Budi Gunawan Batal Jadi Kapolri, Kriminalisasi Pimpinan KPK Berhenti?

Author : Administrator | Thursday, February 05, 2015 09:30 WIB
Massa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi, membawa poster dalam aksi di depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Jumat (23/1/2015). Aksi ini merupakan respons atas penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, oleh Bareskrim Mabes Polri.

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo dikabarkan tidak akan melantik Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kepala Polri, meskipun pencalonannya sudah mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat. Status tersangka kasus gratifikasi dan suap yang yang disandang Komjen Budi Gunawan dari Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi alasan Jokowi enggan melakukan pelantikan.

Kabar ini pun dibenarkan anggota Komisi Kepolisian Nasional Adrianus Meliala. Menurut Adrianus, kepastian batalnya pelantikan Budi Gunawan didapat setelah Kompolnas bertemu dengan Kepala Negara, pekan lalu. (Baca: Kompolnas Pastikan Presiden Tak Akan Lantik Budi Gunawan)

"Beliau konsisten dan komitmen ya, tidak akan melantik Komjen Budi Gunawan," kata Komisioner Kompolnas Adrianus Meliala ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (4/2/2015).

Kompolnas merupakan lembaga yang memiliki hak untuk mengajukan nama calon kepala Polri kepada Presiden. Hak itu diatur dalam Pasal 38 ayat 1(b) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri yang berbunyi, "memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolri."

Setelah Budi Gunawan batal dilantik, maka Kompolas pun menyiapkan sejumlah nama pengganti. Sejumlah perwira polisi bintang tiga diajukan sebagai pengganti Budi Gunawan.

Kabareskrim jadi sorotan

Jika melihat jajaran bintang tiga di korps bhayangkara, maka sejumlah nama diprediksi akan diajukan Kompolnas untuk menggantikan Budi Gunawan. Nama-nama itu antara lain Wakapolri Komjen Badrodin Haiti, Irwasum Komjen Dwi Prayitno, Kabarhakan Komjen Putut Bayu Seno dan Kabareskrim Komjen Budi Waseso.

Kabareskrim Komjen Budi Waseso menjadi sorotan utama dari nama-nama yang diajukan Kompolnas. Dari segi kepangkatan, lulusan Akademi Kepolisian angkatan 1985 itu baru akan resmi mendapatkan bintang ketiganya setelah pelantikan yang rencananya akan berlangsung di Aula Rupatama, Mabes Polri hari ini, Kamis (5/2/2015) pukul 08.00.

Budi Waseso memang bukan perwira Polri yang paling melesat saat diajukan sebagai Tribrata Satu. Sebelumnya, Jenderal Purn Timur Pradopo diangkat menjadi Kapolri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono secara kilat. Setelah resmi menjadi Komjen dengan pelantikan pada Senin (4/10/2010) sore, nama Timur Pradopo diajukan ke DPR sebagai calon tunggal Kapolri pada Senin (4/10/2010) malam, dan dilantik beberapa hari kemudian, pada Jumat (22/10/2010).

Presiden memang memiliki hak untuk mengajukan calon kapolri ke DPR. Meski begitu, nama Budi Waseso menuai kontroversi dalam beberapa waktu terakhir. Kontroversi bermula tak lama setelah Budi Waseso menjabat sebagai Kabareskrim yang menggantikan Komjen Suhardi Alius, Selasa (20/1/2015).

Sebab, beberapa hari kemudian terjadi peristiwa penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto atas kasus pemberian keterangan palsu terkait sidang sengketa pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi pada 2010 silam. Penangkapan itu dianggap aneh, sebab Bareskrim menangkap Bambang saat menjalankan tugasnya sebagai advokat.

Mantan Menteri Hukum dan HAM yang juga advokat senior Amir Syamsuddin pun mengatakan berdasarkan pengalamannya sebagai pengacara, hanya hakim yang memimpin sidang yang dapat menetapkan seorang saksi melakukan sumpah palsu di hadapan persidangan. Hakim, sebut Amir, juga harus terlebih dahulu mengingatkan yang bersangkutan akan ancaman hukuman karena sumpah palsu itu. (Baca: Amir Syamsuddin Ungkap Kejanggalan di Kasus Bambang Widjojanto)

Selain itu, Wakapolri Komjen Badrodin Haiti yang menjalankan tugas sebagai Kapolri juga mengaku tidak tahu mengenai penangkapan Bambang widjojanto saat dikonfirmasi oleh KPK. (Baca: KPK: Wakapolri Sebut Tidak Benar Bareskrim Tangkap Bambang Widjojanto)

Atas proses penangkapan ini, Budi Waseso pun dianggap tidak menghargai Badrodin Haiti dengan tidak melaporkan penangkapannya terlebih dahulu. Meski begitu, Budi Waseso mengatakan kalau Wakapolri atau Kapolri tidak perlu mengetahui teknis penangkapan, sebab itu merupakan independensi penyidik. Pimpinan akan dilaporkan setelah penangkapan dilakukan. (Baca: Wakapolri Tak Dapat Laporan Sebelum Bambang Ditangkap, Ini Penjelasan Kabareskrim)

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia pun ikut bersuara. Setelah melakukan penyelidikan terhadap penangkapan Bambang Widjojanto oleh aparat Bareskrim Polri, hasilnya ada bukti awal yang cukup untuk menyimpulkan terjadinya pelanggaran HAM. (Baca: Komnas HAM Simpulkan Penangkapan Bambang Widjojanto Melanggar HAM)

Kriminalisasi berlanjut?

Penangkapan Bambang Widjojanto dianggap menjadi pemicu baru perseteruan antara dua lembaga hukum, KPK vs Polri. Dengan melakukan penangkapan terhadap Wakil Ketua KPK, publik menilai ada upaya balas dendam yang dilakukan Polri terhadap penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan.

Bambang Widjojanto bukan satu-satunya pimpinan KPK yang berurusan dengan polisi. Ketiga pimpinan KPK lain pun dilaporkan ke polisi, dan laporan itu pun langsung ditindaklanjuti oleh polisi. Wakil Ketua KPK Zulkarnain diadukan terkait dugaan gratifikasi saat menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja dilaporkan terkait dugaan tindak kriminal atas perampokan perusahaan dan kepemilikan saham secara ilegal di PT Desy Timber di Berau, Kalimantan Timur. Ketua KPK Abraham Samad pun dilaporkan dengan dugaan memalsukan dokumen.

Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Rikwanto mengatakan bahwa surat perintah penyidikan (sprindik) terhadap Abraham Samad dan Adnan Padu Praja telah diterbitkan penyidik Bareskrim Polri. (Baca: Bareskrim Terbitkan Sprindik Abraham dan Adnan Pandu)

"Pak AS dan Pak APP sudah, Pak Zulkarnain yang saya belum monitor. Kapan terbitnya, saya lupa, yang jelas sudah terbit," ujar Rikwanto di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Rabu (4/2/2015) siang.

Proses hukum terhadap pimpinan KPK ini dianggap sebagai kriminalisasi dan menjadi bagian dari upaya pelemahan terhadap KPK. Presiden Joko Widodo sebenarnya telah meminta agar jangan ada kriminalisasi dalam proses hukum yang berlangsung di KPK maupun Polri. Tapi proses cepat yang dilakukan Bareskrim terhadap pimpinan KPK seperti memperlihatkan kalau ucapan presiden seperti tidak didengarkan. (Baca: Jokowi Minta Jangan Ada Kriminalisasi dan Intervensi Proses Hukum di KPK-Polri)

Di sisi lain, KPK merasa kesulitan mendatangkan saksi untuk kasus Budi Gunawan, terutama saksi yang masih aktif di kepolisian. Kesulitan ini masih dialami KPK, meski sudah menyurati Istana untuk membantu menghadirkan saksi dalam kasus dugaan korupsi dengan tersangka Komjen (Pol) Budi Gunawan. (Baca: Istana Terima Surat dari KPK Terkait Saksi Budi Gunawan)

Pembatalan pelantikan Budi Gunawan memang belum bisa dipastikan, sebab belum ada pernyataan apa pun yang keluar dari lisan presiden. Perseteruan KPK-Polri, polemik seputar calon kapolri baru, hingga dugaan kriminalisasi terhadap pimpinan KPK diperkirakan akan terus berlanjut jika Presiden Jokowi tak jua memberikan keputusan sebelum dia melakukan kunjungan kerja ke sejumlah negara di Asia Tenggara, Kamis (5/2/2015) siang.

Dengan demikian, 'bola panas' lagi-lagi berada di tangan Jokowi. Tentu, hanya ketegasan seorang kepala presiden yang juga kepala pemerintahan yang bisa menyelesaikan perseteruan dan segala polemik ini.

Harvested from: http://nasional.kompas.com
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: