Cara Baru Deteksi Erupsi Gunung Berapi

Author : Administrator | Tuesday, February 18, 2014 09:44 WIB
Gunung berapi Kilauea, Hawaii [foto ilustrasi]
Gunung berapi Kilauea, Hawaii [foto ilustrasi] (raredelights.com)

 

VIVAnews - Peneliti Oregon State University menemukan tanda-tanda sahih menjelang gunung berapi meletus. Dalam studinya, disebutkan magma gunung panas berair atau lahar sebelum erupsi berapi muncul.

Menurut studi, dilansir ABC Science, Selasa 18 Februari 2014, jika terdeteksi magma cair dalam gunung berapi dalam jumlah besar, hal itu menyiratkan letusan semakin dekat. 

Pengukuran magma ini diklaim bisa melengkapi prediksi letusan yang sebelumnya mengandalkan pemantauan pada perubahan suhu gas atau air untuk mengindikasikan magma siap meletus.

"Pekerjaan kami memberikan beberapa wawasan tambahan bagaimana menerjemahkan hasil studi geofisika dan seismik yang mengidentifikasi besarnya bodi magma cair," jelas Dr Adam Kent, peneliti Oregon State University, yang merupakan penulis studi ini. 

Kent bersama kolega peneliti, Dr Kari Cooper dari University of California, mendasarkan temuan mereka pada studi sejarah panas penampungan magma dari Gunung Hood, yang memiliki ketinggian 3.429 meter. Gunung ini merupakan salah satu gunung teraktif di pegunungan Cascade Oregon. 

"Kami sudah meneliti untuk memahami bagaimana magma panas saat mereka tersimpan di dalam. Magma harus berada pada suhu lebih dari 750 derajat Celsius untuk meletus," jelas Kent.

Kondisi saat magma tersimpan di dalam perut gunung berapi dipandang sangat penting dalam proses letusan gunung berapi. Kent mengatakan, sebagian besar gunung berapi tak meletus setiap waktu.

"Gunung berapi memiliki banyak magma atau sisa magma yang didinginkan. Magma itu disimpan di bawah tanah dalam waktu yang lama, yang kadang mencapai ratusan ribu tahun," papar Kent.

Untuk kasus Gunung Hood, katanya, magma dingin dan keras terpendam sejauh lima kilometer di bawah permukaan tanah. "Dan, tiba-tiba magma panas baru naik dan bercampur, memanaskan semuanya, sehingga lebih mudah meletup ke permukaan," kata dia. 

100 ribu tahun

Dalam penelitian, kedua peneliti itu ingin mengetahui berapa lama magma tersimpan di bawah tanah dan berapa banyak waktu bagi magma cair sampai erupsi. 

Pada kasus Gunung Hood, keduanya meneliti material magma yang dipadatkan dari dua letusan di masa lalu; letusan Old Maid yang terjadi pada 220 tahun silam, dan letusan Timberline pada 1.500 tahun lalu.

Dari pemeriksaan itu, material utama yang ditemukan yakni plagioklas silikat aluminium kalsium yang merupakan material paling umum dari letusan gunung itu. 

Setelah dilakukan uji karbon radioaktif, kedua peneliti menemukan material itu berusia 100 ribu tahun. 

Berdasarkan pengukuran itu, dapat disimpulkan penyimpanan magma Gunung Hood pada suhu tinggi cukup langka. Sebab, umumnya terjadi pada suhu 12 persen, atau lebih kurang satu persen dari total waktu magma saat berada dalam penyimpanan. 

Meski studi ini terjadi pada Gunung Hood, tapi kedua peneliti meyakini pola ini juga terjadi pada gunung-gunung berapi lain.

"Kami telah melakukan pekerjaan awal dengan melihat data gunung berapi lainnya, dan sepertinya pola ini cukup umum. Gunung api lain bekerja dengan cara yang sama," jelas Kent. (art)

Harvested from: http://teknologi.news.viva.co.id
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: