Menko Polhukam Djoko Suanto dan Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo (ANTARA/ Widodo S Jusuf.) |
VIVAnews - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto menyesalkan adanya korban jiwa dalam pembubaran aksi pendudukan Pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat. Dalam aksi pendudukan pelabuhan selama enam hari itu, dilaporkan ada demonstran yang membawa senjata tajam.
"Bagaimanapun sangat disesalkan ada jatuh korban meninggal dunia. Di antara mereka menurut Polri memang ada yang bawa senjata-senjata tajam," kata Djoko Suyanto dalam keterangan kepada VIVAnews.com.
Menurut Djoko, kebebasan dalam dalam era demokrasi yang dijunjung tinggi dan selalu diberikan ruang dan waktu, hendaknya juga mempertimbangkan kepentingan masyarakat lain ang lebih besar. Selain itu dipatuhi rambu-rambu hukum yang berlaku.
Aksi blokade itu sudah berlangsung enam hari. Aksi mengakibatkan lalu lintas barang, BBM, makanan, dan transportasi orang dari dan ke Bima menjadi terhenti. Djoko menegaskan, kebijakan Pemda dan Polda lebih mengutamakan aktivitas dan kebutuhan masyarakat luas yang terganggu selama blokade itu.
"Kepentingan dan aktivitas masyarakat yang jauh lebih besar menjadi korban, akibat blokade itu. Polri dan pemda telah mencoba langkah persuasif selama 5 hari itu untuk memindahkan tempat demo. Tapi mereka tetap memaksa untuk blokade itu," kata Djoko.
Aksi demo membuat aktivitas transportasi maupun yang lain-lain sangat terganggu. "Sebagai wujud demokrasi yang baik, tidak boleh merugikan masyarakat lain yang lebih luas," kata mantan Panglima TNI ini.
Dalam kasus ini, Markas Besar Polri berjanji akan menindak siapapun yang bersalah dalam bentrokan yang menewaskan dua demonstran. Dalam bentrokan itu, 47 demonstran ditetapkan menjadi tersangka.
"Siapapun (yang bersalah) di situ akan diproses hukum. Kami siap pidanakan dan etika profesi," kata Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Polisi Saud Usman Nasution di Mabes Polri, Jakarta, Minggu 25 Desember 2011.
Demonstrasi yang menduduki fasilitas publik, Pelabuhan Sape itu berlangsung selama enam hari. Massa menuntut agar izin pertambangan perusahaan dicabut. (umi)