Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie (dua kanan) berbincang dengan sesepuh partai Ginandjar Kartasasmita (dua kiri), Akbar Tandjung (kanan), dan Agung Laksono (kiri) sebelum membuka acara Rapat Pimpinan Nasional di Jakarta Convention Center, Minggu (18/5/2014). Rapimnas Partai Golkar tersebut nantinya akan menentukan arah koalisi partai dan langkah Golkar jelang Pemilu Presiden Juli mendatang. |
JAKARTA, KOMPAS.com -- Dituding bermain politik dua kaki, Ketua Umum Partai Golongan Karya Aburizal Bakrie berkilah, semua langkah politik partainya akan selalu dipandang sebagai ibarat dua sisi mata uang. Tak ada bantahan yang tegas dari Aburizal soal tudingan itu sendiri.
"Mata uang ada dua sisi. Ada yang mengatakan baik, ada yang mengatakan tidak baik, itu biasa saja," ujar Aburizal seusai menggelar rapat pleno tertutup di kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Kamis (22/5/2014) malam.
Tudingan itu mencuat terkait sikap Partai Golkar yang mendukung pasangan bakal calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dari poros Gerindra, tetapi juga "menempatkan" Jusuf Kalla menjadi bakal calon wakil presiden mendampingi Joko Widodo di poros Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Aburizal tidak memberi banyak komentar soal dugaan politik dua kaki yang ditudingkan kepada partainya. Namun, dia menegaskan, Partai Golkar akan mendukung siapa pun presiden terpilih nantinya, dengan tetap mengkritisi kebijakan yang dikeluarkan presiden itu. "Kebijakan baik kami dukung, kebijakan yang tidak baik akan kami kritisi," ujar Aburizal.
Bantahan justru datang dari petinggi lain partai itu. Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso menyatakan, untuk kali ini dan seterusnya partai berlambang pohon beringin tersebut tidak main dua kaki, apalagi tiga kaki. Langkah yang diambil Partai Golkar saat ini, kata Priyo, semata-mata demi kepentingan bangsa dan negara.
Sebelumnya, Partai Golkar dinilai sedang menjajaki politik dua kaki dengan pilihan berkoalisi dengan poros Gerindra sekaligus membiarkan Kalla di kubu PDI-P. Jika nantinya pasangan yang didukung Golkar saat ini kalah pada Pemilu Presiden 2014, partai berlambang beringin itu masih bisa dengan mudah mengalihkan dukungannya kepada Jokowi-JK.
Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta, Zaki Mubarak, menilai, kondisi ini sama dengan Pemilu 2004. Saat itu, Golkar secara resmi mendukung pasangan Wiranto dan Salahuddin Wahid, tetapi membiarkan Kalla menjadi pendamping Susilo Bambang Yudhoyono dari Partai Demokrat.
Ketika SBY-JK menang, Golkar pun tanpa kesulitan langsung berkoalisi untuk mendukung SBY-JK di parlemen. Sesudah pemilu tersebut, Kalla bahkan terpilih menjadi Ketua Umum Partai Golkar.