Jakarta (ANTARA News) - Interpol diketahui telah menerbitkan "red notice" terhadap tiga pejabat Warga Negara Asing (WNA) di PT West Point Terminal (WPT).
"Kami telah menerima surat dari Interpol terkait status Red Notice tiga pejabat West Point Terminal. Saat ini status ketiga WNA tersebut adalah buron international," kata Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Boy Rafli Amar saat dihubungi wartawan di Jakarta, Jumat.
Tiga orang itu yaitu Zhang Jun (Direktur Keuangan PT WPT), Feng Zhigang (Eks Direktur Utama PT WPT) dan Ye Zhijun (Komisaris Utama PT WPT) diduga telah menggelapkan dana PT WPT senilai 1,5 juta dolar AS.
Ia juga menyebutkan ketiga WNA tersebut sebelumnya telah ditetapkan Polda Kepulauan Riau (Kepri) sebagai tersangka penggelapan dana perusahaan.
Boy menjelaskan, kepolisian telah melakukan proses penyelidikan dan penyidikan secara profesional terkait pengungkapan dugaan tindak pidana penggelapan dana perusahaan oleh mereka.
"Dengan dukungan Interpol, kami optimis kasus ini akan segera dapat dituntaskan. Interpol sudah menyebarkan data ketiga WNA itu ke seluruh negara anggota," kata Boy.
PT WPT merupakan perusahaan patungan (joint venture) antara Sinomart KTS Development Limited, anak perusahaan Sinopec Group dengan kepemilikan 95 persen saham dan patner lokalnya PT Mas Capital Trust (MCT) yang memiliki 5 persen saham.
Lewat WPT inilah Sinopec Group ingin membangun depo BBM di Batam dengan nilai investasi sebesar 850 juta dolar AS.
Namun, sejak kesepakatan ditandatangani dan peletakan batu pertama pada 2012, pembangunan depo minyak tersebut tidak berjalan.
Tiga pejabat WPT yang merupakan perwakilan Sinomart diduga justru melakukan penggelapan dana dan dilaporkan ke Polda Kepri oleh direksi WPT lainnya.
"Kita berharap ketiga tersangka warga negara Tiongkok itu akan segera tertangkap. Polri sangat serius untuk menuntaskan kasus ini," tegasnya.
Pelanggaran Perjanjian
Sebelumnya, kuasa hukum PT MCT Defrzal Djamaris menyebutkan, selain kasus dugaan pidana itu, terhentinya proyek depo minyak di Batam ini juga disebabkan adanya pelanggaran perjanjian pemegang saham (shareholders agreement) oleh Sinomart.
Disebutkan, berdasarkan perjanjian pemegang saham, penunjukan kontraktor depo minyak di Batam harus melalui tender international dan hukum Indonesia.
Namun, secara sepihak Sinomart berupaya menunjuk langsung anak usaha Sinopec Group sebagai kontraktor utama. (general contractor) dengan nilai proyek sebesar 738 juta dolar AS.
Nilai kontrak itu, jauh di atas tawaran oleh 13 kontraktor internasional dari enam negara yaitu Indonesia, Singapura, Malaysia, Australia, Korea dan Belanda yang hanya 582 juta dolar AS.
"Selisih yang begitu besar itu sangat merugikan pemegang saham minoritas, karena biaya itu akan menjadi utang joint venture dan dimungkinkan tidak bisa bayar kewajiban WTP kepada pihak ketiga," kata Defrizal.
Editor: Tasrief Tarmizi
COPYRIGHT © ANTARA 2017