Jokowi dan Konsolidasi Pasca-demo 4 November

Author : Administrator | Friday, November 11, 2016 05:41 WIB

Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla saat menerima pimpinan ormas Islam di Istana Merdeka, Jakarta pada Rabu (9/11/2016).

JAKARTA, KOMPAS.com- Presiden Joko Widodo sibuk melakukan konsolidasi, sepekan belakangan ini.

Pasca-demo 4 November yang menuntut ketegasan dalam penanganan kasus dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama, Jokowi berkomunikasi dengan organisasi kemasyarakatan Islam, ulama, para tokoh agama, hingga satuan-satuan di TNI dan Polri.

Pengamat politik LIPI Siti Zuhro menilai, konsolidasi yang dilakukan Jokowi sudah tepat.

"Isu krusial sekarang adalah ketersinggungan umat Islam terhadap dugaan penodaan Al Quran. Bagi umat Muslim, keyakinan itu ada rukun iman, salah satunya Al Quran. Oleh sebab itu, merangkul semua suprastruktur dan infrastruktur politik adalah hal mutlak harus dilakukan Presiden saat ini," ujar Siti kepada Kompas.com, Kamis (10/11/2016).

Suprastruktur politik yakni unsur ketatanegaraan, mulai dari lembaga yudikatif hingga legislatif. Polri dan TNI bagian di dalamnya.

Sementara, infrastruktur politik adalah partai politik, masyarakat sipil, hingga media massa.

Kunci dari keberhasilan konsolidasi itu, menurut Siti, seberapa yakin ulama, habib, dan umat Islam melihat keadilan, ketulusan, dan kejujuran Jokowi dalam merespons kasus dugaan penistaan agama itu.

(Baca: Kepada Ulama, Jokowi Mengaku Tegur Kapolri yang Tafsirkan Pernyataan Ahok)

"Maka dari itu Pak Jokowi tunjukkan aura seadil, setulus, dan sejujur mungkin. Orang Indonesia saya rasa masih memiliki empati dan nurani. Saya khawatir jika umat merasa dikadali, ditipu-tipu, mereka akan jihad," ujar Siti.

Presiden, lanjut Siti, sudah melakukan dua kesalahan yang tidak perlu diulang kembali.

Pertama, tak menemui demonstran 4 November. Hal itu dianggap bukan gaya Jokowi yang sudah terbiasa menghadapi massa dengan segala tuntutan.

Kedua, Presiden lamban merespons perkara itu dan terkesan menunggu gelombang massa terlebih dahulu, baru memberikan respons.

Dua hal ini, lanjut Siti, tidak boleh diulangi kembali, baik oleh Presiden atau pembantunya.

"Apakah sekarang sudah terlambat? Saya yakin tidak ada kata terlambat. Keadilanlah yang harus dimunculkan dari aura Pak Jokowi. Ingat, beliau sedang memimpin rakyat Indonesia, bukan memimpin segelintir rakyat Indonesia," ujar Siti.

Jokowi harus tangguh

Akan tetapi, Siti mengkritik konsolidasi Jokowi terhadap satuan di TNI-Polri.

Jika hanya untuk berterima kasih karena sudah mengamankan demo 4 November, Siti menilai, langkah yang dilakukan Jokowi tak menjadi masalah.

(Baca: Jokowi Lesehan Bareng Para Ulama Banten dan Jabar di Istana)

Namun, akan menjadi masalah jika dalam konsolidasi itu, Presiden mengirimkan pesan dan kesan melalui gesture dan kalimat seolah-olah sedang terzalimi oleh manuver politik kelompok tertentu.

Apalagi, gesture Presiden itu dikait-kaitkan pernyataannya yang mengatakan bahwa ada aktor politik yang menunggangi demo 4 November.

"Apakah (konsolidasi ke TNI-Polri) hanya say thanks? Atau mau ditarik ke prediksi-prediksi yang tidak dapat siapapun mempertanggungjawabkan? Misalnya penggulingan Presiden," ujar Siti.

"Menurut saya, hal-hal semacam itu jangan terus menerus diungkapkan. Kayak SBY saja, sedikit-sedikit ada yang protes dibilang impeachment. Pak Jokowi harus tangguh, jangan sama seperti sebelumnya," lanjut dia.

Siti berpendapat, tak ada upaya menggulingkan Jokowi sebagai Presiden.

Rumor Koalisi Merah Putih (KMP) menggulingkan Jokowi pada awal pemerintahan Jokowi-JK adalah salah satu bukti betapa sulit, rumit, dan mustahilnya penggulingan Presiden.

Pesan Presiden semacam itu, menurut Siti, tidak akan menyelesaikan persoalan, justru menambah keruh suasana.

Gesture Presiden dinilainya akan membangun budaya politik saling curiga dan saling tidak percaya.

Jika memang ada aktor politik yang menunggangi demo 4 Nobember, hal itu merupakan urusan Polri untuk mengusutnya.

Siti yakin Presiden Jokowi sudah banyak belajar dari dua tahun kepemimpinanny dan mampu mengelola persoalan ini hingga menuju stabilitas nasional.

Pekan konsolidasi

Selama sepekan ini, Presiden aktif memanggil dan menemui berbagai kelompok dan lembaga, mMulai dari TNI, Polri, ulama, habib, pimpinan pondok pesantren, tokoh partai politik hingga unsur media massa.

(Baca: Dikritik karena Tafsirkan Pernyataan Ahok, Ini Penjelasan Kapolri)

Berikut catatan Kompas.com soal konsolidasi dengan sebagian pihak itu.

7 November 2016.
Mendadak, Presiden Jokowi menggelar apel militer di Kantor Mabes TNI Angkatan Darat, Jakarta Pusat.

Dua pesan yang dia sampaikan. Pertama, TNI jangan sampai mentolerir gerakan memecah belah dan mengadu domba bangsa dengan provokasi dan politisasi.

"Jangan ragu bertindak demi keutuhan NKRI kita," kata dia.

Kedua, Jokowi meminta TNI memperbaiki diri. Memegang teguh kesatuan komando, memegang teguh Sapta Marga dan sumpah prajurit.

Pada hari yang sama, Presiden bertandang ke Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Di sana, Jokowi menegaskan, ia tidak akan melindungi Basuki dalam perkara itu.

"Saya tegaskan tadi bahwa proses hukum terhadap Basuki Tjahaja Purnama akan dilakukan dengan tegas dan transparan dan saya rasa rakyat perlu tahu, saya tidak akan melindungi saudara Basuki Tjahaja Purnama karena sudah masuk dalam proses hukum," ujar Jokowi.

8 November 2016
Jokowi menyambangi Polri. Seusai sarapan nasi kotak dengan menu yang sama bersama 602 personel Polri, Presiden meminta Polri jangan kalah oleh kelompok-kelompok kecil yang ingin merusak keberagaman dan persatuan di Indonesia.

"Jangan ragu dalam bertindak untuk penegakkan hukum yang tegas. Tidak boleh institusi sebesar Polri, ragu, kalah apalagi, terhadap kelompok, organisasi atau tokoh siapapun," ujar Jokowi.

Setelah itu, Presiden melanjutkan komunikasinya ke Pengurus Pusat Muhammadiyah.

9 November 2016
Presiden memanggil sejumlah pimpinan organisasi kemasyarakatan Islam ke Istana.

Sebanyak 17 orang datang bertatap muka dengan Presiden.

Jokowi berterima kasih karena mereka telah memberikan komentar yang sejuk untuk menenangkan umat terkait demo 4 November.

Ia meminta kesejukan itu dijaga.

Untuk kedua kalinya, Jokowi menegaskan kembali bahwa dia tidak melindungi Basuki.

Presiden berjanji untuk mendorong proses hukum Basuki secara cepat, adil, dan transparan.

10 November 2016
Presiden menyambangi Markas Komando Pasukan Khusus (Kopassus) di Cijantung.

Setelah sempat mendapatkan penjelasan soal betapa mematikannya senjata yang dimiliki Kopassus, Jokowi mengatakan bahwa Kopassus adalah pasukan cadangan yang dapat ia gerakkan sewaktu-waktu jika negara dinilai dalam kondisi darurat.

Pada hari yang sama, Presiden juga bertemu puluhan ulama, habib dan pimpinan pondok pesantren se-Jawa Barat dan Banten.

Presiden meminta ulama dan habaib menenangkan umat terkait perkara Basuki.

Jokowi juga menjelaskan alasan mengapa dirinya tidak menemui demo 4 November.

Jokowi mengaku, ingin sekali dekat dengan demonstran dengan shalat Jumat di Masjid Istiqlal.

Namun, keinginan itu 'mentok' lantaran protokol Istana, Panglima TNI, Kapolri hingga Kepala BIN menyarankan untuk tidak bertemu.

Kompas TV Jokowi: Kopassus Bisa Digerakkan saat Darurat

 

 

 
Penulis : Fabian Januarius Kuwado
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary


 

 

 

 

 

 


Harvested from: http://nasional.kompas.com/read/2016/11/11/08350681/jokowi.dan.konsolidasi.pasca-demo.4.november?page=all
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: