Kerusuhan di Lany Jaya Papua (Banjir Ambarita, Papua) |
VIVAnews -- Eskalasi keamanan di Papua makin memanas dua bulan belakangan. Sejumlah peristiwa kekerasan terjadi: demo berdarah, penembakan di area Freeport, rusuh pembubaran Kongres Papua III, dan pembunuhan Kapolsek Mulia -- membuat para investor ketakutan.
Mereka memutuskan balik kanan, memilih menunda berinvestasi di provinsi paling timur Indonesia ini. "Situasi keamanan yang tidak kondusif, membuat beberapa investor khawatir, sehingga memilih menunda masuk ke Papua. Mereka tidak mau ambil risiko dan menunggu situasi keamanan benar-benar aman baru masuk," kata Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi Papua, John Kabey di ruang kerjanya, Kamis 27 Oktober 2011.
Memang, kata dia, para investor besar itu belum ada yang membatalkan kontrak, tapi mereka hanya ketakutan dengan adanya peristiwa-peristiwa kekerasan yang terjadi dalam dua bulan terakhir. "Alasan mereka, lebih baik menunggu situasi kondusif baru berinvestasi," tukasnya.
Dia melanjutkan, Kadin Papua sudah berupaya meyakinkan para investor, bahwa peristiwa kekerasan bukan terjadi di seluruh wilayah Papua, tapi hanya di beberapa tempat. "Kekerasan hanya dibeberapa wilayah seperti Puncak Jaya, Timika dan juga Jayapura, tapi pikiran mereka di Papua secara keseluruhan, inilah yang terus kami jelaskan dengan memberi pemahaman. Tapi mereka tetap memilih menunda," terang Kabey.
Beberapa investor yang menunda penanaman modal di Papua, di antaranya, Modern grup yang rencananya hendak membangun properti dan peternakan sapi perah serta membangun pabrik sagu. Serta investor lain yang bergerak dalam bisnis batubara dan perkebunan kelapa sawit serta pabrik semen.
John Kabey mengharapkan, ke depan ini situasi Papua akan benar-benar kondusif, agar tidak ada lagi untuk ketakutan berinvestasi. "Kami sangat berharap, situasi yang sekarang terjadi, bisa secepatnya pulih, agar iklim investasi semakin baik, karena sebenarnya Papua sangat diminati investasi," tambah dia.