Kawasan kota tua di tepi Sungai Batang Arau, Kota Padang (Antara/ Iggoy el Fitra) |
VIVAnews - Kawasan kota tua Padang yang membentang di sepanjang tepian Batang Arau dilirik pengembang. Kawasan yang disesaki bangunan tua era Kolonial Belanda ini akan disulap menjadi destinasi wisata bertaraf internasional.
Perusahaan pengembang, Marco Group, telah meninjau kawasan tersebut dan menyatakan ketertarikannya. Petinggi Marco Group, Teddy Marco, mengakui, kawasan di pinggir Batang Arau ini memiliki daya jual bagi wisatawan mancanegara bila dikembangkan.
Dalam bayangannya, pengembangan kawasan ini harus ke arah menjadi pusat grosir, restoran, dengan tidak menghilangkan arsitektur bangunan tua. Pengembang yang berpengalaman di bisnis mal ini berharap proyek bisa dimulai tahun ini.
“Kami mengembangkan kawasan bangunan tua dan pihak yang mengisi nantinya kalangan pengusaha ritel dan restoran. Pengembangannya sama dengan mal,” ujar Teddy Marco saat meninjau kawasan tersebut pada akhir pekan lalu.
Ia optimistis, dengan konsep itu, kawasan yang dulu merupakan pusat bisnis itu bisa dijadikan sebagai objek wisata berskala internasional.
Terganjal Aturan
Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) yang berkedudukan di Batusangkar menilai, pengembangan kawasan Batang Arau tidak bisa dilakukan serampangan. Kawasan yang masuk dalam cagar budaya ini mesti dikembangkan sesuai dengan pemanfaatan dan pelestarian.
“Dalam undang-undang cagar budaya, kawasan termasuk dalam lima kriteria yang perlu dilestarikan keberadaannya,” ujar Kepala Seksi Pelestarian dan Pemanfaatan BP3 Batusangkar Budi Istiawan pada VIVAnews, Selasa, 10 April 2012.
Budi belum mengetahui rencana pengembangan kawasan cagar budaya tersebut bak mal baru di Padang. Pengembagan kawasan ini mesti berkoordinasi dengan institusinya.
“Dalam perencanaannya semestinya ada koordinasi, sejauh ini saya belum tahu, mungkin sudah koordinasi dengan Kepala BP3,” katanya. Jika berminat, BP3 Batusangkar akan memberi masukan terkait pegembangan kawasan cagar budaya Batang Arau sesuai dengan pemanfaatan dan pelestarian kawasan tersebut.
Budi menjelaskan, pengembangan kawasan yang masuk kategori cagar budaya diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2010. Hanya saja, menurutnya, belum ada aturan rinci terkait pengembangan kawasan cagar budaya.
“PP-nya belum ada, petunjuk teknisnya pun belum ada, jadi aturan main untuk kawasan (cagar budaya) belum turun, kami masih menunggu itu,” katanya.
Budi sendiri menjelaskan, rata-rata bangunan yang ada di kawasan cagar budaya Batang Arau dibangun sejak 1920. Bahkan, menurut Budi, ada yang dibangun sebelum tahun 1920-an.
Dukungan Provinsi
Rencana Pemerintah Kota Padang untuk mengembangkan kawasan cagar budaya ini mendapat tanggapan positif dari Pemerintah Provinsi Sumbar. Wakil Gubernur Sumbar Muslim Kasim yang ikut meninjau kawasan ini menyatakan dukungannya. Menurutnya, ada sekitar 20 bangunan di kawasan ini terabaikan.
“Provinsi mendukung untuk pengembangan kawasan bangunan tua di Padang kota lama itu, sehingga bertambahnya destinasi obyek wisata ke depannya,” ujar Muslik Kasim saat meninjau kawasan tersebut. Terkait pengembangan kota tua ini, Dinas Pariwisata Kota Padang telah menghubungi sejumlah pemilik gedung.
Dukungan serupa juga disampaikan Asosiasi Biro Perjalanan (Asita). Ketua DPP Asita Asnawi Bahar mengatakan, mendukung pengusaha nasional untuk mengembangkan kawasan Batang Arau. Asnawi menjanjikan, paket wisata menarik bagi wisatawan mancangera yang berniat ke Malaka untuk singgah di Sumbar.
“Sesuatu destinasi yang bagus, bagaimana bisa membuat wisatawan masa menginapnya lebih panjang. Makanya aktivitas ekonomi harus dihidupkan selama 24 jam di kawasan Batang Arau,” ujar Asnawi.