Magnet KAA, dari Kesan Zhou Enlai hingga Testimoni Mandela

Author : Administrator | Saturday, April 18, 2015 09:11 WIB
Magnet KAA, dari Kesan Zhou Enlai hingga Testimoni Mandela
Presiden Soekarno (kanan) (Foto: Wikipedia)

SUKSESNYA perhelatan Konferensi Asia-Afrika (KAA) pertama, 18 April 60 tahun silam, tak lepas dari sosok Presiden RI pertama, Soekarno. Putra Sang Fajar bak menambah daya magnet KAA untuk membuat negara-negara lain dengan senang hati memenuhi undangan event akbar lintas benua itu di Bandung, Jawa Barat.

Sebelumnya, dua negara pelopor KAA, Pakistan dan Sri Lanka, sempat menentang undangan untuk Republik Rakyat China (RRC), lantaran negara pimpinan Perdana Menteri (PM) Zhou Enlai itu menganut komunisme. Tapi Soekarno meyakinkan dengan keberatan itu dengan mantap hingga akhirnya tetap mengundang RRC.

Kedatangan Zhou Enlai jadi momen yang paling ditunggu para wartawan lokal maupun asing. Pasalnya, pesawat yang ditumpangi Zhou Enlai dikabarkan mengalami kecelakaan meledak karena bom waktu.

Memang, bom pesawat itu sempat terjadi, tapi Zhou Enlai tetap bisa memijakkan kakinya di Bandung, lantaran sudah pindah ke pesawat lain setelah intelijen RRC mencium adanya ancaman itu.

Seperti digambarkan wartawan Indonesian Observer, Charlotte Maramis kala itu, penyambutan Zhou Enlai yang tiba pada sehari sebelum pembukaan KAA, 17 April 1955, membuatnya terkesan.

Setibanya mendarat di Bandung, PM Zhou dikalungi karangan bunga oleh seorang pelajar SMP. Seketika bersua PM Ali Sastroamidjojo menyapa, menyalami dan merangkul PM Zhou dengan hangat. “Saya bangga sekali, seperti prajurit mau berangkat ke Medan Perang,” ungkapnya.

Testimoni serta kesan dan antusiasme positif juga ditunjukkan delegasi Filipina, Charles Romulo. Diplomat yang berdinas di Amerika Serikat (AS) itu senang bisa diundang dan disambut hangat PM Ali Sastroamidjojo dan Gubernur Jawa Barat Sanausi Hardjadinata.

Padahal, seperti diberitakan surat kabar Pikiran Rakjat medio April 1955, Filipina yang berafiliasi dengan SEATO (South East Asian Treaty Organization) bentukan AS, sempat dikabarkan tak bersedia datang, karena dikhawatirkan KAA hanya akan jadi forum kekuatan anti-AS.

“Saya sangat senang melihat tuan (PM Ali dan Gubernur Sanusi) serta dapat berkunjung ke negeri tuan (Indonesia),” papar Romulo. Hal serupa juga terjadi pada Thailand, anggota SEATO lainnya yang akhirnya ikut menghadiri KAA.

Dua negara yang sedang terbelah akibat Perjanjian Jenewa, Vietnam Utara dan Vietnam Selatan juga hadir, serta Aljazair yang saat itu belum merdeka diwakili Hussein Eit-Ahmed dan Muhammad Yazid. Bahkan, keduanya sudah datang tiga bulan sebelumnya, Januari 1955.

“Situasi Aljazair tak aman karena adanya oeprasi-operasi militer dan penindasan polisional setiap hari dilakukan kaum kolonial,” ujar Hussein.

Tidak hanya Aljazair, Siprus yang notabene negara Eropa, di mana mereka juga tahun itu belum merdeka, bersedia jauh-jauh datang ke Bandung memenuhi undangan. Negara yang dijajah Yunani itu diwakili Mihalis Christodoulou Mouskos Markarios III.

Saat membuka KAA, pidato legendaris Soekarno–sebagaimana dikutip Memoar “Sidarto Danusubroto Ajudan Bung Karno: Sisi Sejarah Yang Hilang Masa Transisi Di Seputar Supersemar"–dijadikan pelecut tersendiri buat seorang tokoh besar yang juga pejuang anti-apartheid Afrika Selatan,

Tak lama setelah “Rainbow Nation” itu merdeka dan Mandela menjabat Presiden, Museum KAA di Bandung jadi sasaran Mandela untuk dikunjungi. Tapi betapa herannya Mandela ketika bertandang pada 19-22 Oktober 1990, terlebih lantaran tak satu pun Mandela melihat foto Soekarno.

“Dimana gambar Soekarno? Seluruh pemimpin di Asia dan Afrika datang ke Bandung karena Soekarno. Dimana gambarnya?” cetus Mandela yang mempertanyakan foto tokoh yang dikaguminya itu.

Nama Presiden Soekarno tak hanya harum di Afrika Selatan, tapi juga di beberapa negara kawasan Afrika bagian utara. Di Kairo, Mesir misalnya, terdapat nama jalan, ‘Ahmed Soekarno Street’, sebagai bentuk penghormatan Mesir pada Soekarno.

Begitupun di Maroko, di nama nama Soekarno juga diabadikan sebagai nama jalan, ‘Sharia Al Rais Ahmed Soekarno’ yang sekarang dikenal sebagai “Rue Soekarno”.

Tidak hanya nama jalan, figur Soekarno turut diabadikan Pakistan pada dua tempat penting di Peshawar dan Lahore, yakni ‘Soekarno Bazar’ serta ‘Square Khyber Bazar’.

(raw)

Harvested from: news.okezone.com
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: