Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono |
JAKARTA, KOMPAS.com -- Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono merasa marah dan terkejut setelah mendengar kejadian kekerasan seksual terhadap anak yang mencuat akhir-akhir ini. Begitu tiba di Jakarta pada Kamis (8/5/2014) siang setelah menghadiri konferensi di Bali, Presiden langsung menggelar rapat terbatas di kantor kepresidenan. Rapat ini khusus membahas tentang kekerasan seksual terhadap anak yang kasusnya banyak mencuat belakangan ini.
"Kita semua dikejutkan dengan kejadian yang membuat kita semua marah, shock, dan berbagai reaksi yang memang patut kalau itu terjadi, yaitu kejadian kekerasan seksual terhadap anak. Ini sesuatu yang sangat serius," kata Presiden saat membuka rapat.
Hadir dalam rapat itu Menteri Kesehatan Nafsiah Mbo'i, Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin, dan Kepala Polri Jenderal Sutarman.
Presiden mengetahui persoalan kekerasan seksual terhadap anak ini setelah mendengar kejahatan seksual di sebuah sekolah internasional di Jakarta. Menurut dia, persoalan kekerasan terhadap anak ini telah menjadi perhatiannya sejak menambah fungsi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
"Kenapa fungsi perlindungan anak harus menjadi portofolio resmi dalam susunan pemerintahan adalah banyaknya kekerasan terhadap anak, misalnya di daerah konflik, dalam komunitas yang semakin absolut, adanya paksaan terhadap anak untuk bekerja, kekerasan di jalanan, dan ragam kekerasan yang menimpa anak-anak kita. Tapi kejahatan kali ini berbeda," kata Presiden.
Kejahatan kekerasan seksual terhadap anak ini tidak hanya terjadi di luar negeri, tetapi juga di berbagai daerah di Indonesia. Oleh karena itu, Presiden Yudhoyono menilai perlindungan anak sangat penting. "Masalah ini tidak bisa dianggap biasa, business as usual. Ini masalah serius," ujarnya.
Presiden meminta agar setelah mendengar persoalan dari para pejabat dan menteri terkait akan ada gerakan nasional yang melibatkan unsur di luar pemerintahan. Presiden rencananya akan mengundang lembaga perlindungan anak, seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
"Misi kepedulian anak harus jadi gerakan, movement, bukan hanya sebuah kebijakan pemerintah, tetapi di seluruh Tanah Air, di rumah tangga, RT, RW, dusun, kelurahan, sekolah. Yang paling tahu mungkin adalah keluarga, sehingga kewaspadaan, kepedulian, pengawasan, harus masuk pada komunitas paling kecil. Kita harus all out," ujarnya.
Dalam sebulan terakhir, pemberitaan sejumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak mulai muncul ke permukaan. Beberapa di antaranya yakni kasus kekerasan seksual yang dilakukan petugas kebersihan Jakarta International School dan kasus Emon yang mengaku sudah melakukan pencabulan terhadap lebih dari 80 anak.