Siswa SMA Negeri 3 Semarang korban kelalaian sekolah diminta tidak putus asa. Masih ada kesempatan di jalur ujian tulis, yakni SBMPTN.
JAKARTA – Tidak lulusnya seluruh peserta Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dari SMA Negeri 3 Semarang sepenuhnya merupakan kelalaian pihak sekolah. Pemerintah daerah diminta melakukan audit dan menjatuhkan sanksi kepada pihak sekolah, karena telah merugikan ratusan siswa.
Menristekdikti, Mohamad Nasir menjelaskan bahwa tidak lolosnya 380 siswa SMAN 3 Semarang murni kesalahan sekolah. Kelalaian terjadi saat pihak sekolah memasukkan data dalam sistem Pangkalan Data Siswa dan Sekolah (PDSS). Nasir juga menepis anggapan bahwa sistem Kredit Semester (SKS) yang diterapkan SMAN 3 Semarang menjadi salah satu pemicu kegagalan input tersebut.
“Yang menerapkan sistem SKS bukan hanya SMAN 3, yang lain tidak ada masalah kok,” tegas Nasir, di Jakarta, Kamis (12/5). Kesalahan yang terjadi adalah, ketika sekolah sudah memasukkan mata pelajaran ke dalam sistem PDSS, namun tidak memasukkan nilai. Tidak lengkapnya data yang diinput inilah yang membuat sistem tidak dapat membaca dan memroses data yang dimasukkan secara lengkap.
Nasir mengimbau, agar siswa korban kelalaian sekolah ini tidak putus asa. Karena masih ada kesempatan di jalur ujian tulis, yakni Seleksi Bersama Masuk PTN (SBMPTN). “Jangan putus asa, silakan daftar SBMPTN,” serunya. Terkait sanksi, Nasir sepenuhnya menyerahkan kepada pihak pemerintah daerah. Sebab di era otonomi daerah, sekolah adalah milik daerah, bukan pemerintah pusat.
Pernyataan yang sama disampaikan Menteri Pendidikan, Anies Rasyid Baswedan. Ia mengatakan bahwa sistem SKS yang diterapkan di sekolah ini tidak dapat dijadikan kambing hitam dalam tidak lolosnya seluruh siswa kelas XII di jalur SNMPTN 2016. Anies mengungkapkan, ada 50 sekolah di seluruh Indonesia yang menerapkan sistem SKS. “Di Jawa Tengah saja ada 7 sekolah yang menerapkan SKS, tapi tidak ada kendala,” ujar mantan Rektor Universitas Paramadina ini.
Anies mendesak panitia SNMPTN untuk melakukan audit terhadap kasus kelalaian ini. Hasil audit harus menjawab kesalahan apa yang terjadi dalam pemasukkan data, hingga terjadi ketidaklulusan massal. Seperti diketahui, sebanyak 380 siswa jurusan IPA dan IPS SMA Negeri 3 Semarang tidak lolos dalam Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2016. Padahal setiap tahunnya, sekolah favorit di Semarang ini merupakan salah satu langganan pemasok calon mahasiswa di PTN.
Harus Disanksi
Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti, pihak sekolah terutama guru-guru yang mendapat tugas meng-input data dan nilai ke PDSS harus diberi sanksi. Sanksi bisa berupa administratif, seperti penurunan pangkat.
“Kalau dia PNS bisa diturunkan pangkatnya, biasanya tanggungjawab ada di guru BK dan guru bidang kurikulum,” terang Retno. Tidak hanya guru, kepala sekolah juga seharusnya bertanggungjawab atas kelalaian yang terjadi. “Meski bukan tugasnya, namun kepala sekolah punya kewajiban untuk melakukan pengawasan, memastikan apakah semua nilai telah di-input,” tegasnya.
Untuk itu, pemerintah daerah harus melakukan investigasi terkait kelalaian tersebut”.Ini kelalaian fatal, investigasi dapat menentukan sejauh mana tingkat kelalaiannya,” ujar Retno. Di satu sisi, orangtua juga bisa melakukan gugatan kepada sekolah secara perdata.
“Pihak yang bertanggungjawab harus di BAP,” tegas Retno. Sementara itu, kemarin siswa SMA Negeri 3 Semarang berdemonstrasi meminta Kepala Sekolah, Bambang Nianto Mulyo bertanggung jawab atas kegagalan siswa IPA reguler pada SNMPTN 2016.
Aksi demonstrasi dilakukan siswa dengan membentangkan sejumlah poster di sela pertemuan orang tua dengan SMAN 3 Semarang yang berlangsung di Ruang Multimedia SMAN 3 Semarang. Poster-poster itu bertuliskan, antara lain “Terima Kasih, Pak, Karena Sudah Sembrono”, “3 Tahun Kami Mengejar Nilai Sia-Sia Karena Bapak”, dan ‘Kesembronoan Anda, Citra Sekolah Kami Hancur”.