Presiden Joko Widodo saat konferensi pers bersama Kapolri Jenderal Sutarman, Kepala Badan Intelejen Negara Marciano Norman, Kepala Staf TNI Angkatan Darat Letjen TNI Gatot Nurmantyo, Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana TNI Marsetio, Panglima TNI Jenderal Moeldoko, dan Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia. |
JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik Populi Center Nico Harjanto mengapresiasi penundaan pengumuman susunan kabinet pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Ia menganggap langkah Jokowi tersebut pertanda baik.
"Pembatalan itu menunjukan Jokowi-JK ingin memastikan integritas anggota kabinetnya tak bermasalah dari perspektif hukum," ujar Nico kepada Kompas.com, Kamis (23/10/2014) pagi.
Nico mengatakan, penundaan pengumuman kabinet tersebut menunjukkan Jokowi-Kalla tidak tunduk kepada keinginan sejumlah elite partai pendukung untuk menempatkan kandidat menteri.
"Meski pembatalan ini mengirimkan sinyal spekulasi politik, tapi lebih pada menunjukan bahwa Jokowi-JK berkehendak membentuk kabinet kerja sesuai ekspektasi rakyat," lanjut dia.
Rencananya, Jokowi akan mengumumkan susunan kabinet di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (23/10) malam. Namun, batal. Belum ada kepastian kapan susunan kabinet akan diumumkan.
Jokowi mengaku ada delapan nama yang tak boleh dipilih sebagai menteri berdasarkan rekomendasi KPK dan PPATK. Namun, Jokowi tak mau mengungkap siapa saja mereka.
"Maunya sih kerja cepat, tapi kalau keliru ya gimana? Saya maunya cepat tapi benar," ujar Jokowi di kompleks Istana, Rabu siang.
Sementara Ketua KPK Abraham Samad meminta Jokowi tidak memilih calon menteri yang diberi tanda warna merah atau kuning sebagai anggota kabinet. Apabila tetap dipaksakan memilih mereka yang telah ditandai warna merah dan kuning, KPK menilai kabinet yang dipimpin Presiden Jokowi kurang bersih.