Peta Kalimantan |
Polemik Indonesia-Malaysia berkaitan dengan perbatasan di Tanjung Datu dan Camar Bulan, Kalimantan Barat, kian berlarut-larut. Temuan Wakil Ketua Komisi I DPR RI, TB Hasanudin segera ditindaklanjuti. Indonesia harus bersikap tegas terhadap Malaysia. Dimana, Kawasan Camar Bulan tepatnya di patok batas A 88 sampai patok A 156 bergeser dan masuk ke Malaysia. Bahkkan hingga kini, Malaysia masih mempertahankan lahan seluas 1.499 hektare itu karena merasa dikuatkan oleh MoU 1978.
Melihat dari situ, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menilai, pemerintah harus membuka kembali MoU yang kini menjadi pegangan Malaysia pada tahun 1978, terkait Outstanding Boundary Problems (OBP) Tanjung Datu. Hal ini, karena koordinat yang telah disepakati dalam MoU 1978 belum mengikat dan menjadi referensi perbatasan di OBP Tanjung Datu.
“Untuk diketahui MoU bukanlah perjanjian perbatasan antara Malaysia dan Indonesia, bahkan MoU belum pernah disahkan oleh DPR,” kata Hikmahanto Juwana (12/10/2011).
Menurut UU Perjanjian Internasional terkait perjanjian tapal batas untuk berlaku efektif maka harus ada pengesahan DPR. “Tapi, waktu itu, tidak ada restu dari anggota legislatif. Sehingga tidak berlaku perjanjian itu,” pemerintah harus tegas meminta Malaysia untuk membongkar patok yang telah dibuat sesuai koordinat yang ada dalam MoU 1978. Kata Hikmahanto,
Pemerintah juga harus meminta pemerintah Malaysia untuk menghormati status quo dan menganggap belum ada yang konklusif terkait dengan koordinat perbatasan. “Oleh karenanya patok harus dibongkar,” ujarnya. Malaysia juga harus bersedia melakukan survei dan merundingkan kembali titik-titik koordinat, yang tahun 1978 tidak bisa dijadikan dasar bagi perjanjian perbatasan kedua negara. “Karena koordinat yang disepakati MoU 1978 sudah dapat dipastikan akan ditolak oleh publik dan DPR,” jelasnya.
Namun, bila pemerintah Malaysia menolak untuk merundingkan kembali, maka sebaiknya pemerintah tidak melakukan sesuatu apapun, tidak perlu merengek untuk dibuka kembali perundingan.
Memang masalah ini akan menjadi diambangkan. Tetapi dari sisi kepentingan nasional lebih baik diambangkan daripada disepakati MoU 1978 sebagai titik koordinat perbatasan negara. “Dengan diambangkan maka Indonesia akan tetap bisa mengklaim kedaulatan di OBP Tanjung Datu,” jelas Hikmahanto.
Sumber : Okezone