Presiden Joko Widodo didampingi Ketua DPR Setya Novanto (kanan) dan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani (dua kiri), tiba di ruang Nusantara IV gedung MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, Senin (6/4/2015). Pertemuan Presiden Jokowi dan DPR ini akan membahas sejumlah isu, salah satunya terkait pencalonan Komjen Badrodin Haiti sebagai Kepala Polri. KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES |
JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan Junimart Girsang menegaskan, Ketua DPR Setya Novanto tak bisa meminta agar seluruh sidangnya berlangsung tertutup.
Novanto hanya bisa meminta sidang dilakukan tertutup apabila ada hal sensitif yang tak boleh diketahui publik.
"Tidak bisa tertutup seluruhnya. Kalau ada hal-hal yang mau disampaikan tertutup silahkan, tapi setelah itu nanti dibuka lagi," kata Junimart di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/12/2015).
Junimart mengatakan, hal-hal yang sensitif tersebut misalnya yang menyangkut rahasia negara. Namun, persetujuannya juga harus berdasarkan keputusan Majelis MKD. (baca: Ketika Setya Novanto "Menghilang" dari DPR...)
"Nanti kita yang memutuskan apakah layak sidang ditutup untuk sementara," ucap dia.
Novanto akan diperiksa sebagai terlapor dalam kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang dilaporkan Menteri ESDM Sudirman Said. (baca: Ini Transkrip Lengkap Rekaman Kasus Setya Novanto)
Sidang yang sedianya digelar pukul 9.00 WIB, diundur hingga pukul 13.00 WIB atas permintaan Novanto.
Aduan Sudirman itu terkait pertemuan antara Novanto, pengusaha minyak Riza Chalid dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin di Hotel Ritz Carlton Jakarta pada 8 Juni 2015.
Dalam pertemuan itu, diduga ada permintaan saham kepada Freeport dengan mencatut nama Presiden-Wapres.
MKD sebelumnya sudah meminta keterangan Sudirman dan Maroef secara terbuka. Adapun Riza mangkir dari panggilan. (baca: Kapolri Tegaskan Polisi Akan Bantu Jemput Paksa Riza Chalid jika Diminta MKD)