Kapolri Jenderal Badrodin Haiti |
JAKARTA, KOMPAS.com - Aparat penegak hukum mulai intensif menindak hal-hal yang berhubungan dengan komunisme.
Kaus bergambar 'palu arit', buku berisi pemahaman komunis, bahkan pernyataan di media sosial yang dianggap berbahaya bagi ideologi Pancasila, ditindak oleh aparat.
Landasan hukum yang digunakan aparat adalah Ketetapan MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang Pembubaran PKI, Pernyataan Sebagai Organisasi terlarang bagi PKI dan Larangan Kegiatan untuk Menyebarkan atau Membangkitkan Paham Ajaran Komunisme, Leninisme dan Marxisme serta Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1996 tentang Perubahan Pasal 107 KUHP.
Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti mengimbau masyarakat berhati-hati terhadap simbol-simbol komunisme.
Jika ingin menggelar diskusi tentang komunisme, Badrodin meminta panitia memberitahukan atau meminta izin kepada polisi setempat.
"Kalau sebatas demi kepentingan akademis ya boleh-boleh saja," ujar Badrodin, di Istana Negara, Jakarta, Selasa (10/5/2016).
Ia juga mengingatkan agar unggahan-unggahan di media sosial menerhatikan konten yang berpotensi dipersepsikan membahayakan bagi Pancasila.
"Ingat, media sosial itu kan tempat publik. Jadi setiap orang boleh mengekspresikan dirinya melalui tulisan, foto dan video. Nah, yang namanya tempat publik itu untuk diketahui orang lain. Makanya hati-hati, untuk diketahui orang lain itu sama dengan menyebarkan," ujar Badrodin.
Belum tentu dipidana
Terkait mereka yang ditindak karena dugaan memakai, menyimpan, atau menjual hal-hal berbau komunisme, Badrodin memastikan bahwa aparat mengetahui bahwa hal itu tak bisa menjadi indikator kebangkitan Partai Komunis Indonesia.
"Mereka yang sudah ditangkap dan barang-barangnya disita, kan harus disandingkan dengan keterangan ahli. Diteliti apakah hal itu merupakan tindak pidana atau enggak. Apakah itu termasuk menyebarkan paham atau enggak. Itu bukan pendapat penyidik, tapi dari ahli," ujar Badrodin.
Ia mencontohkan, seseorang yang diamankan polisi karena mengenakan kaus bergambar 'palu arit', belum tentu langsung dijerat pidana.
Penyidik akan menelaah apakah penggunaan kaus tersebut bertujuan menghidupkan kembali ajaran komunisme atau tidak.
"Penanganan ini sama seperti penanganan tindak pidana lainnya. Sanksinya, kalau tidak terbukti, bebas. Kalau dianggap menyebarkan ajaran saja, hanya 10 tahun. Kalau dia sampai menimbulkan aksi kerusuhan, sampai 15 tahun penjara," ujar Badrodin.
Penulis | : Fabian Januarius Kuwado |
Editor |
: Inggried Dwi Wedhaswary |