(VIVAnews/ Muhamad Solihin)
|
VIVAnews – Penarikan 20 personil Polri, yang diperbantukan di Komisi Pemberantasan Korupsi, menuai pertanyaan dari sejumlah kalangan. Peneliti Indonesia Corruption Watch, Emerson Yuntho, menilai ada upaya untuk menghambat kasus dugaan korupsi pengadaan alat simulator Surat Izin Mengemudi yang melibatkan sejumlah jenderal polisi.
“Langkah ini dikhawatirkan bagian dari penyelamatan keterlibatan petinggi Polri lainnya,” kata Emerson kepada VIVAnews, Sabtu, 14 September 2012. Untuk itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diminta turun tangan memberikan dukungan kepada KPK. “Jika Presiden diam saja, dapat dianggap memihak Kepolisian,” imbuhnya.
ICW juga menanggap Kapolri tak serius mendukung langkah KPK menuntaskan kasus dugaan korupsi pengadaan simulator SIM. Penarikan penyidik Polri dari KPK juga bisa dianggap sebagai bentuk “hukuman” kepada KPK karena telah merusak citra Polri lewat pengungkapan kasus simulator SIM.
“Seharusnya Kapolri memberikan penghargaan kepada KPK karena telah membantu Polri membersihkan korupsi di tubuh internalnya, bukan malah menghukum mereka,” ujar Emerson.
KPK, tegas Emerson, harus menolak penarikan penyidik KPK ke Mabes Polri dengan menyatakan tenaga para penyidik itu masih sangat diperlukan karena kasus korupsi yang ditangani KPK banyak yang belum selesai. Apalagi salah satu penyidik yang ditarik Polri itu juga sedang menangani kasus korupsi simulator SIM yang kini tengah menjadi rebutan KPK dan Mabes Polri.
Ganggu Kinerja
KPK sendiri mengakui penarikan 20 penyidik mereka oleh Polri, berpotensi mengganggu kinerja KPK. “Kasus yang ditangani KPK sangat penuh dibanding jumlah penyidik kami yang terbatas,” kata Juru Bicara KPK, Johan Budi SP.
Di lain pihak, Polri menjelaskan bahwa mereka tidak menarik penyidik Polri yang diperbantukan di KPK, namun masa penugasan para penyidik Polri tersebut di KPK memang telah habis. Sebelumnya, Polri biasa memperpanjang masa tugas penyidiknya di KPK. (ren)