senjata api AK-56 bekas konflik Aceh (Antara/ Rahmad) |
VIVAnews - Sekretaris Fraksi PPP DPR RI, Arwani Thomafi, mengkritik kinerja aparat keamanan karena tidak mampu melindungi masyarakat dari tindakan kekerasan. Bahkan di penghujung 2011, masyarakat Nangroe Aceh Darussalam (NAD) merasa tercekam terhadap peristiwa penembakan terhadap warga oleh pelaku tak dikenal dan telah memakan korban tewas hingga 4 orang.
"Memasuki tahun 2012 aksi kekerasan belum juga reda. Kasus penembakan 10 karyawan di Bireun NAD membuktikan kalau keamanan masih menjadi barang "langka" di negeri ini," ujar Arwani dalam pesan singkat kepada VIVAnews, Senin 2 Januari 2012.
Ketidakmampuan polisi mengusut dan menangkap pelaku penembakan di Aceh tersebut, menurut Arwani, menambah ketidakpercayaan masyarakat. "Kasus ini semakin menambah panjang daftar "lemahnya" polisi menjadi pelindung masyarakat," kata Arwani.
Agar kasus seperti itu tak terulang, lanjut Arwani, seluruh aparat intelijen harus membantu. "Intelijen Polri, TNI maupun BIN harus bekerja lebih ekstra untuk melakukan deteksi awal, sehingga aksi kekerasan bisa dicegah," kata Arwani.
Lebih jauh, aparat keamanan juga mesti mengusut dan mengungkap kasus penembakan di Aceh tersebut. "Aparat harus mengusut tuntas motif penembakan di Aceh, apakah terkait dengan pilkada yang sebentar lagi digelar, atau jaringan teroris ataupun kriminalitas biasa," kata Arwani.
Namun Arwani, menduga pelaku penembakan tersebut merupakan orang yang sudah terlatih menggunakan senjata. "Jika melihat senjata jenis AK, sepertinya pelaku sudah sangat terlatih dan bukan kriminalitas biasa. Ini menjadi tantangan bagi aparat untuk menciptakan rasa aman bagi warga," kata Arwani. (eh)