Sultan Hamengkubuwono X Nilai UU Keistimewaan Yogyakarta Menyimpan Jebakan Mengancam

Author : Administrator | Friday, November 18, 2016 06:14 WIB

NGABEKTEN KAKUNG : Raja Kraton Yogyakarta Sri Sultan HB X mendapat sembah bekti dari KGPAA Paku Alam X, para keluarga dan kerabat keraton, serta abdi dalem saat Ngabekten Kakung di Bangsal Kencono, Kraton Yogyakarta, Kamis (7/7). Tradisi ini digelar selama dua hari (Ngabekten Kakung dan Ngabekten Puteri) setiap bulan Syawal dalam rangka hari Idul Fitri. TRIBUNJOGJA/Bramasto Adhy 

 

TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Sri Sultan Hamengkubuwono X meninggalkan Yogyakarta, Kamis (17/11/2016) kemarin. Dia pergi ke Jakarta untuk datang ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Hadir dengan batik hijau muda, Sultan memberikan keterangan dalam sidang uji materi Pasal 18 ayat 1 huruf m Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta (UU KDIY) terkait pergantian gubernur atau wakil gubernur provinsi di bagian selatan Pulau Jawa ini.

Mendapat giliran bicara setelah anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Nono Sampono, Sultan membacakan keterangannya selama lebih dari satu jam.

Pimpinan Keraton sekaligus Gubernur Yogyakarta itu merasa syarat penyerahan riwayat hidup dalam UU KDIY dapat menimbulkan polemik. Terlebih, hanya ada kata istri dalam rincian riwayat hidup.

"Masalahnya begini, kalimat itu antara lain istri. Nanti kalau nanti terjadi suksesi di DPR, kata istri ini dipertentangkan nggak? Karena suami, berarti harus laki-laki. Ini kan jebakan," kata Hamengkubuwono X saat dikonfirmasi usai sidang di Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta.

Padahal, pada UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ada kata suami atau istri pada rincian riwayat hidup.

Frasa yang berbeda pada UU KDIY pun, dia anggap tidak lazim. Apalagi sistem pemilihan kepala daerah Yogyakarta berbeda dengan daerah lain.

"Kasultanan Ngayogyakarta dan Adipati Pakualaman tidaklah harus menyerahkan daftar riwayat hidup kepada seluruh rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta, termasuk DPRD Provinsinya yang jelas mengenal, mengetahui track record siapa Sultan dan Adipati yang bertahta," katanya saat memberi keterangan di hadapan hakim konstitusi pimpinan Anwar Usman.

Dia juga berpendapat frasa-frasa yang tertulis dalam Pasal 18 ayat 1 huruf m UU KDIY, tidak bersumber dari Kesultanan Yogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman.

Regulasi itu dianggap memaksa Gubernur dan Wakil Gubernur Yogyakarta mengikuti standar negara.

Peraturan godokan parlemen daerah ini, juga dia pandang telah mengancam kedaulatan keraton. Pasalnya, penunjukan suksesi pimpinan harus mempertimbangkan faktor dari luar.

"Tentunya mengancam eksistensi kesultanan dan kadipaten," kata Sultan.

Kekuasaan Sultan untuk menunjuk penggantinya juga disebut telah dimentahkan dalam UU KDIY, karena aturan itu telah menyiratkan gubernur selanjutnya harus laki-laki.

"Hal ini mengancam, bahkan bisa mengingkari keberadaan Sabda Tama Sultan HB X pada 6 Maret 2016 dan Dawuh Raja pada Mei 2016," kata Sultan.

Sedangkan menurut HB X, dalam lingkungan keraton yang menjadi dasar hukum tertinggi atau konstitusi adalah paugeran.

"Berasal dari kata uger, yaitu patokan yang sesungguhnya adalah konstitusi ketika sultan bertahta bisa mengubah sesuai kebutuhan internal dan eksternal," sebutnya.

Sabda Raja, Sabda Tama, dan Dawuh Raja dia sebut sebagai bagian paugeran.

Sehingga, katanya proses pergantian kekuasaan keraton sepenuhnya ada ditangan Sultan dan raja yang bertahta di DIY otomatis menjadi gubernur.

"Intinya bahwa laki-laki atau perempuan dapat menjadi sultan bertahta dan oleh Undang-Undang Dasar 1945 telah menjamin konstitusionalitasnya," ujar HB X.

Bagi Sultan, idealnya, Pasal 18 ayat 1 huruf m direvisi menjadi "menyerahkan riwayat hidup saja,".

Perbaikan sekumpulan undang-undang itu, dia sebut sebaiknya ikut dengan aturan keraton.

"Jika membutuhkan untuk memperbaiki Undang-Undang Keistimewaan dasarnya Sabda Tama, itulah perintah yang harus dimengerti dan laksanakan," kata dia.

Apalagi, dalam pembahasan dengan panitia khusus, saat UU tersebut masih digodok, tidak ada rincian riwayat hidup disebut-sebut.

"Hanya mekanisme pergantian saja yang dibahas," ujar Sultan.

 

Penulis: Valdy Arief
Editor: Dewi Agustina
Harvested from: http://www.tribunnews.com/nasional/2016/11/18/sultan-hamengkubuwono-x-nilai-uu-keistimewaan-yogyakarta-menyimpan-jebakan-mengancam?page=3
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: