Para Wakil Menteri baru di kabinet SBY |
Kemarian siang (13/10/11), presiden Susilo Bambang Yudhoyono kembali mengumumkan rencana reshuffle kabinet dan sekaligus penambahan wakil menteri baru. Berpidato panjang lebar didampingi beberapa ketua parpol koalisi di hadapan awak media, SBY menyatakan kalau reshuffle cabinet merupakan tindakan yang harus dipikirkan panjang dan penuh kehat-hatian. “Tidak baik gonta-ganti menteri, karena akan tidak dapat menjaga kesinambungan program”, katanya kemarin. Lebih lanjut dinyatakan bahwa penggantian menteri kali ini merupakan reshuffle paruh waktu, dan dijaga agar tidak ada penggantian menteri lagi hingga jabatan usai di tahun 2014 nanti.
Kabar yang ditunggu-tunggu banyak kalangan kemarin ternyata belum diumumkan. SBY belum mengumumkan nama-nama menteri yang akan diganti atau dipindah. Justru yang sudah dipublish adalah pergantian dan penambahan pos baru wakil menteri. Mantan Duta Besar Indonesia untuk Singapura, Wardana, akan menggantikan Triyono Wibowo sebagai Wakil Menteri Luar Negeri. Dua orang yang akan mengisi jabatan baru sebagai wamen adalah: Ali Ghufron (Dekan Fak. Kedokteran UGM) sebagai wamen Kesehatan dan Sapta Nirwandar (Direktur Jenderal Pemasaran Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata) diplot sebagai wamen Kebudayaan dan Pariwisata.
Para pengamat mengomentari, dengan menambah jabatan baru wakil menteri, kabinet SBY kian menjadi gemuk. Dari segi teknis operasional akan semakin kurang efektif. Kinerja wakil menteri terhadap efektivitas kementerian saja sampai saat ini belum terukur dan dievaluasi. Sekarang justru menambah pos baru lagi pada wakil menteri. "Tambahan wakil menteri buat apa, ini tidak menunjukan efektifitas pemerintahan, sampai saat ini kita tidak melihat fungsi penting wakil menteri," kata Arbi Sanit.
Menurut dia, penambahan wakil menteri justru memboroskan anggaran dan membuat birokrasi semakin tambun. Hal ini bukan jawaban terhadap keinginan masyarakat untuk meningkatkan efektifitas pemerintah.
Ia menambahkan, dalam kondisi perekonomian dunia yang memburuk, justru dibutuhkan pemerintahan yang efektif dan efisien. Apalagi, menurut dia, pada 2012 krisis ekonomi dapat menjalar hingga Indonesia. Padahal menurut dia, saat ini hampir di seluruh dunia dituntut untuk lebih efektif dan efisien dalam mengelola pemerintahan.
Sumber: http://www.antaranews.com dan Vivenws.com dan lain-lain