Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon. |
JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin menyesalkan sikap Sekjen PBB Ban Ki-moon yang kecewa dengan pelaksanaan hukuman mati di Indonesia. Ia menduga ada intervensi yang diterima Ban terkait pelaksanaan hukuman mati ini.
"Sikap Ban Ki-moon mengisyaratkan bahwa memang benar PBB mudah diintervensi oleh negara-negara besar untuk kepentingan politiknya," kata Hasanuddin dalam keterangan yang diterima wartawan, Selasa (28/4/2015).
Ia mengatakan, hukuman mati merupakan salah satu hukum positif yang diterapkan di Indonesia. Hukuman tersebut dijalankan setelah ada putusan hakim yang sudah berkekuatan hukum tetap.
"Tak lazim seorang Sekjen PBB ikut campur dalam proses penegakan hukum di sebuah negara yang berdaulat seperti Indonesia," katanya. (baca: Wapres: Hormati Hukum di Indonesia!)
Politisi PDI Perjuangan itu menilai, sikap Ban tersebut secara tidak langsung menurunkan wibawa PBB. Ada kesan Sekjen PBB ambigu dalam mengambil sikap. Pasalnya, hingga kini masih banyak negara yang melaksanakan hukuman mati, tetapi PBB tak pernah mempersoalkannya.
"Apakah Ban Ki-moon marah karena dikritik Jokowi di KAA?" tandasnya. (baca: Kritik PBB Tak Berdaya, Jokowi Dapat Tepuk Tangan Meriah di KAA)
Sebelumnya, seperti dilansir kantor berita AFP, Minggu (26/4/2015), Sekjen PBB melalui juru bicaranya mengatakan, eksekusi mati berdasarkan ketentuan hukum internasional hanya dapat diberikan bagi pihak yang melakukan kejahatan serius, seperti mencabut banyak nyawa orang sekaligus. Sementara itu, narkoba tidak termasuk kategori itu.
Berdasarkan hukum internasional, hukuman mati bisa diterapkan untuk kejahatan yang sifatnya paling serius, seperti pembunuhan secara disengaja. Sementara itu, pelanggaran terkait obat umumnya tidak termasuk kategori "kejahatan paling serius". (baca: Jokowi Tegaskan Generasi Bangsa Rusak karena Narkoba)
Sebanyak sembilan terpidana kasus narkoba akan dieksekusi mati dalam waktu dekat. Mereka adalah Mary Jane Veloso (Filipina); Myuran Sukumaran dan Andrew Chan (Australia); Martin Anderson, Raheem A Salami, Sylvester Obiekwe, dan Okwudili Oyatanze (Nigeria); Rodrigo Gularte (Brasil); serta Zainal Abidin (Indonesia).