WINA – Agenda pemindahan senjata kimia milik Suriah yang diawasiOPCW tampaknya akan gagal mencapai tenggat pada 31 Desember esok. Demikian dinyatakan oleh Franz Krawinkler, kepala bagian logistik OPCW, dalam pernyataannya yang diwartakan oleh stasiun televisi pemerintahan Austria, ORF, Sabtu (28/12) waktu setempat.
“Sejumlah pengaruh tak terduga, seperti cuaca buruk serta berpindahnya lokasi konflik perang sipil antara pasukan Pemerintah Suriah dan oposisi pemberontak, menjadi penyebab penundaan sejumlah pemindahan senjata kimia yang akan dikirimkan lewat laut dari 12 gudang penyimpanan menuju kota pelabuhan Latakia di wilayah barat Suriah,” kata Krawinkler. “Oleh karena itu, jadwal pemindahan akan mundur,” tambah dia.
Pernyataan gagalnya target pemindahan senjata kimia Suriah pejabat logistik OPCW itu dibenarkan oleh seorang pemantau asing dari delegasi diplomat Rusia, Mikhail Ulyanov. “Pemindahan belum semua terlaksana,” kata Ulyanov seperti dikutip kantor berita Rusia, RIA Novosti.
Menurut Ulyanov, walaupun pihak militer Suriah sudah menjaga area jalan menuju Latakia, hal itu tak menutup potensi bahaya besar dalam mengirimkan sejumlah besar senjata kimia berbahaya melewati jalan darat tersebut. “Namun, jalan berbahaya itu harus ditempuh walau banyak sekali rintangannya,” kata Ulyanov yang menjabat ketua delegasi pemusnahan senjata kimia dari Kementerian Luar Negeri Rusia itu.
Dalam misi berbahaya itu, pihak Rusia yang menjadi pencetus pemusnahan senjata kimia Suriah telah berkomitmen membantu dengan mengirimkan 75 unit truk dan kendaraan bersenjata untuk mengirimkan dan mengawal senjata kimia Suriah dari gudang penyimpanan di berbagai wilayah ke Latakia, yang lalu dikirimkan ke luar wilayah konflik guna dimusnahkan.
Sayangnya, Ulyanov tak memberi perincian ke mana nantinya senjata kimia itu dikirimkan setibanya di Latakia. Ia hanya menjelaskan bahwa akan ada kapal kargo milik Denmark dan Norwegia yang mengangkutnya dan beberapa kapal perang milik Rusia dan China yang bertugas mengawal kapal-kapal kargo tersebut, sementara satelit milik Amerika Serikat akan turut memantau dari atas.
Minta Bantuan Vatikan
Sementara itu, dalam upaya menyelesaikan konflik perang sipil di Suriah, Presiden Bashar al-Assad telah mengirimkan surat pribadi ke Paus Fransiskus di Vatikan pada Sabtu (28/12) waktu setempat. Surat tersebut dititipkan oleh Menteri Luar Negeri Suriah, Joseph Sweid, untuk disampaikan kepada Paus Fransiskus.
Inilah pertama kalinya, sejak dimulai kecamuk perang sipil di Suriah pada 2011, Assad mengirimkan pesan balasan kepada Vatikan karena sebelumnya Paus Fransiskus telah berkali-kali mengirimkan pesan untuk segera mengakhiri konflik seperti telah Paus kirimkan pada hari Natal lalu.
Berdasarkan sumber dari Vatikan yang tak mau disebutkan jati dirinya, isi pesan terkait posisi Pemerintah Suriah dalam perundingan damai PBB tentang Suriah di Jenewa yang akan terselenggara pada 22 Januari 2014 nanti.
Di kantor PBB di Wina, Vatikan memiliki peran sebagai pemantau tetap dalam institusi internasional tersebut. Paus Fransiskus amat memperhatikan gejolak perang sipil di Suriah, apalagi setelah jumlah korban tewas kian hari kian bertambah, baik sebagai korban perang sipilmaupun jatuh korban dari warga sipil yang terperangkap dalam kecamuk perang dan menderita kelaparan.
Kabar terakhir dari konflik di Suriah adalah serangan udara oleh pesawat tempur Suriah ke sebuah pasar dan rumah sakit di wilayah utara Kota Aleppo telah mengakibatkan jatuh korban dari pihak sipil sebanyak 25 warga tewas.
Dalam laporannya, badan pemantau HAM Suriah yang bermarkas di Inggris melaporkan empat dari korban tewas dalam serangan udara tersebut adalah anak-anak. Jumlah korban jiwa dalam serangan udara itu mungkin akan bertambah karena beberapa korban selamat dilaporkan telah mengalami luka cukup serius. Rtr/I-1