Dalam ceramah sosialisasi di berbagai tempat di Lampung Selatan pada Kamis, 10 September 2015, Ketua MPR RI Zulkifli Hasan selalu mengingatkan agar para peserta sosialisasi jangan menukarkan kedaulatan yang dimilikinya (rakyat) dengan harga murah, ditukar dengan uang Rp 100.000 atau sembako.
Kalau itu dilakukan maka kita tidak akan mendapat pemimpin yang melayani rakyat. Nanti, kalau pemimpin itu terpilih dan berkuasa maka dia akan lupa pada rakyatnya. Misalnya, kalau ada jalan rusak, ya dia biarkan saja karena merasa sudah membayar Rp 100.000 atau bayar dengan sembako. Ya, itu namanya nomor piro wani piro alias NPWP.
Tapi kalau calon itu seorang pemimpin baik dia itu calon bupati, walikota, atau pun calon gubernur memberi uang atau sembako, ya terima saja. "Tapi, soal pilihan sesuai dengan hati nurani masing-masing," kata Zulkifli Hasan di depan Forum Perempuan Peduli Pembangunan di Coffee Shop Hotel Bandara, Natar, Lampung Selatan, Kamis sore, 10 September 2015.
Sejatinya seorang pemimpin itu, menurut Zulkifli Hasan, melayani rakyat. "Bukan pemimpin belah bambu, hanya melayani kelompoknya saja," tutur Zulkifli Hasan. Maka itu, kalau memilih pemimpin pilihlah yang berwawasan kebangsaan, yang mengayomi seluruh rakyat.
Dalam kesempatan itu Zulkifli Hasan kembali mengingatkan tentang konsensus yang dicapai oleh para pendiri bangsa pada 18 Agustus 1945 yang dikenal dengan Pancasila. Pertama, kita adalah keluarga besar, bangsa Indonesia. Meski kita terdiri dari 17 ribu pulau lebih, 600 suku, berbagai agama, beraneka ragam budaya, tapi kita adalah beluarga besar. "Hak dan kewajiban
setiap warga negara Indonesia adalah sama," ujar Zulkifli Hasan.
Kedua, gotong royong. Artinya, kalau ada warga kita susah harus dibantu, kalau ada yang tidak mmpu sekolah juga kita bantu. "Kalau tidak bisa membantu kasih tahu saya," kata Zulkifli sembari tertawa. Jadi, makna dari gotong royong adalah ringan sama dijinjing, berat sama dipikul. Dan, jangan ada lagi satu kampung dengan kampung tetangga perang batu.
Dan, ketiga, adalah musyawarah mufakat. Artinya, menurut Zulkifli, kalau ada apa-apa diselesaikan dengan cara musyawarah mufakat. Indah sekali dalam satu keluarga besar ada batak, ada jawa, minang, papu, dan sebagainya. (adv)