Asap Indonesia telah mencapai wilayah selatan dan sentral Fillipina. Photo: Nestor Abrematea
Bencana kabut asap tidak saja melanda Indonesia dan negara tetangga dekat seperti Singapura dan Malaysia, namun kemaren kabut asap sudah memasuki dan menyelimuti sebagian dari Filippina.
Bencana kabut asap yang terburuk dalam kurun waktu dua puluh tahun terakhir ini memang sudah merambah negara Fillipna yang jaraknya sekitar 1200 km dari sumber asap. Akibatnya kini Filipina dalam keadaan siaga untuk mengantisipasi dampak kiriman asap yang telah mencapai wilayah selatan dan sentral Filipina. Peringatan terkait masalah kesehatan sebagai dampak dari datangnya asap ini sudah dikeluarkan oleh pemerintah.
Dalam mengantisipasi dampak asap ini pemerintah Filipina menganjurkan penduduk yang wilayahnya terkena dampak asap untuk mengenakan masker untuk mencegah terhirupnya partikel-partikel yang akan menyebabkan timbulnya masalah pernafasan.
Bandara-bandara di wilayah Filipina Selatan seperti di pulau Mindanao dan juga di di Visayas di wilayah central Filipina telah ditutup selama 6 hari karena rendahnya jarak pandang.
Pendapat Pakar Lingkungan
Masuknya kabut asap ke wilayah Fillipina menurut para pakar cuaca disebabkan oleh kombinasi antara angin mansoon dan juga taipun Koppu yang baru saja menghantam wiliayah utara pulau Luzon. Kedua kekuatan ini membawa asap masuk ke wilayah Filipina.
Para pakar linkungan berpendapat bahwa bencana asap yang melanda wilayah ASEAN merupakan bencana terburuk sejak tahun 1997. Ketika pada saat yang bersamaan fenomena El Nino melanda wilayah ini diperlukan kebijakan pemerintah Indonesia yang tegas dalam menyelesaikan inti permasalahannya yaitu sistem tebang dan bakar yang banyak dilakukan orang di wilayah sumber asap ini,
Pembakaran illegal di wilayah perkebunan sawit dan juga lahan untuk pohon produksi kertas di Kalimantan dan Sumatra tidak saja menyebabkan polusi di wilayah Indonesia namun sudah meluas ke negara tetangga di kawasan regional ASEAN.
Pergerakan asap kiriman dari Indonesia ini dideteksi pada pertengahan September lalu di wilayah Selatan Filipina. Selanjutnya pada pertengahan Oktober kabur asap telah mencapai wilayah sentral Fillipina dan bagian selatan Thailand, demikian juga dengan Kamboja dan Vietnam.
Kekeringan ekstrim yang diakibatkan oleh El Nino memang merupakan salah satu penyebab merebaknya titik-titik api, namun ulah manusia dianggap merupakan penyebab utamanya.
Bencana kabut asap ini memang tergantung dari banyak hal seperti misalnya pola cuaca, namun intinya sangat tergantung pada reaksi dan kerjasama pemerintah, perusahaan dan masyarakat dalam mengelola lahan. Oleh sebab itu, sikap tegas pemerintah terhadap pelaku pembakar lahan illegal ini sangat diperlukan dalam mengansitipasi dan mengatasi bencana asap ini.
Menurut pakar lingkungan internasional, disamping masalah penegakan hukum, Indonesia perlu melakukan pemetaan lahan secara menyeluruh dan juga kepemilikan lahan dan tanggungjawab pengelola lahan.
Monitoring dengan menggunakan satelit memungkinkan pemerintah mendapatkan data dan situasi lahan secara real time, sehingga jika ada sumber api dapat terdeteksi dengan cepat dan dapat segera diatasi sebelum membesar.
Tidak dapat dipungkiri lagi, menurut pakar lingkungan dari CIFOR bencana asap ini memang yang terburuk sejak tahun 1997. Ketahanan lingkungan saat ini lebih buruk jika dibandingkan dengan tahun 1997. Deforestasi dan degradari hutan telah menurunkan daya adaptasi kapasitas ekosistem terhadap bencana alam yang disebabkan oleh ulah manusia.
Langkah Indonesia dalam menanggulangi kabut asap ini memang sudah diapresiasi oleh negara tetangga walaupun dinilai masih belum cukup. Upaya pemadaman api dan hutan buatan serta penegakan hukum bagi para pelaku pembakaran illegal ini dianggap merupakan langkah tepat yang telah diambil oleh pemerintah Indonesia.
Jika kita berbicara masalah kawasan regional maka tentu saja semua negara yang berada di kawasan ini perlu melakukan kerjasama yang optimal dalam menjaga kualitas lingkungan. Kualitas lingkungan yang sehat dan baik tentu saja akan memberikan manfaat bersama, namun sebaliknya bencana di salah satu negara di wilayah ini dapat menjadi benacana bagi kawasan.
Sumber: http://www.scidev.net