Nilai tukar rupiah makin terpuruk menjadi Rp.13.758 per dolar AS atau turun Rp.217 dari kurs sehari sebelumnya Rp.13.541 per dolar AS, berdasarkan kurs referensi Bank Indonesia (BI). Dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kemarin merupakan yang paling rendah sejak krisis ekonomi tahun 1998. Pada 17 Juni 1998 saat Indonesia dalam puncak krisis ekonomi, tercatat nilai rupiah sebesar Rp.16.650 per dolar AS.
Secara garis besar, penyebab rupiah melemah disebabkan adanya faktor ekonomi baik dari eksternal maupun internal Indonesia.
Faktor Eksternal karena :
1. Rencana Bank Sentral Amerika Serikat akan menaikkan suku bunga mendorong pemilik dolar AS membawa masuk kembali dolar nya ke Amerika guna mendapatkan bunga lebih menarik. Akibatnya dolar AS di penjuru dunia termasuk yang disimpan di Indonesia akan tersedot kesana.
2. Harga Komoditas andalan ekspor Indonesia (batubara, minyak sawit, karet) anjlok akibat lesunya permintaan di luar negeri. Ini berdampak pada neraca perdagangan dan ujung-ujungnya melemahkan rupiah.
3. Devaluasi Yuan. Akan menciptakan persepsi negatif pasar terhadap prospek ekspor Indonesia karena harga barang ekspor China akan lebih bersaing dengan adanya devaluasi.
Faktor Internal karena :
1. Sejak setahun terakhir impor Indonesia terus bertambah. Akibatnya permintaan akan dolar AS meningkat dan ini membuat nilai rupiah melemah atas dolar AS.
2. Sejak 2012 hingga 2015 neraca transaksi berjalan Indonesia selalu defisit. Sehingga dolar keluar lebih banyak daripada yang masuk Indonesia, akibatnya rupiah melemah.
Saya selalu memakai paham positif dalam hidup. Dan tentunya ini juga harus dipakai setiap pengusaha yang ingin terus bertahan dalam badai melemahnya rupiah.
Ibarat kapal, saat badai datang, seorang kapten kapal harus terus berpikir survive dengan cara apapun hingga titik penghabisan. Tidak mungkin seorang kapten mengeluh saat badai laut melanda kapal.
Selalu ada celah dan peluang yang tercipta di saat seperti ini.
Pendapat yang menyatakan kalau rupiah melemah, usaha kecil menengah pasti mati, itu belum sepenuhnya bisa dibenarkan. Justru fakta yang terjadi adalah kebanyakan usaha menengah bisa mampu bertahan saat krisis dan usaha kecil mampu melonjak perkembangannya.
Devaluasi yuan yang terjadi saat ini akan membuat harga barang-barang Tiongkok menjadi lebih murah dalam perdagangan internasional, sehingga bisa melemahkan daya saing barang-barang yang sama dari pesaingnya, termasuk yang berasal dari Indonesia. Akibatnya persepsi pasar uang mata uang Indonesia (rupiah) menjadi negatif. Ini melemahkan kurs rupiah terhadap dollar.
Namun sekali lagi, jangan bilang dengan melemahnya rupiah akan menjadi kiamat buat industri usaha berskala kecil dan menengah. Karena persepsi negatif yang ditanamkan hanya akan menjadi bumerang buat para pengusaha.
Selalu akan ada peluang di sisi lain yang terbuka dan menjadi celah bagi kemanfaatan usaha.
Sebagai contoh adalah ekspor usaha kecil menengah.
Harga barang ekspor dari Indonesia akan semakin kompetitif, lebih murah. Pembeli di luar negeri yang menjadi importir dan memegang dollar AS akan semakin terdorong mengambil barang dari Indonesia karena keuntungannya bisa lebih besar daripada sebelumnya.
Contoh produk kerajinan tangan. Saat kurs dollar AS masih di kisaran Rp.10 ribu, harga produk kerajinan tangan yang dibandrol Rp.20.000,- setara dengan 2 dollar AS.
Kini dengan dollar AS mendekati Rp.14.000,- maka si pembeli masih memegang uang sekitar Rp.8.000,-. Dengan asumsi 2 dollar AS menjadi Rp.28.000,-.
Ini lah yang menjadikan peluang bisnis kerajinan tangan dan bisnis-bisnis berbasiskan kerajinan yang home industri justru booming di saat rupiah melemah.
Tentu saja ini semua bisa diwujudkan jika produk yang dihasilkan memenuhi syarat inovatif dan cita kreasi bernilai tinggi. Karena walaupun peluang besar tapi jika produk tidak inovatif dan kreatif, pembeli asing tidak sudi mengambilnya.
Produk karya Bali memang sejauh ini sangatlah bisa bersaing di pasar dunia, walaupun santer agak kalah dikit dengan saingan produk dari Bangladesh dan India.
Kata kuncinya yang harus dipegang adalah Inovatif & Kreatif.
Ibarat kapten kapal atau nahkoda, itulah kata kunci untuk bisa melewati badai.
Krisis melemahnya rupiah akan mendorong ide-ide produk yang inovatif dan kreatif. Menciptakan pemikiran-pemikiran baru untuk bisa memperoleh buyer baru dan mempertahankan pasar lama.
Jadi sekali lagi marilah kita selalu menanamkan pemikiran positif dengan melahirkan ide inovatif dan kreasi yang bermutu tinggi dalam berkarya saat menghadapi krisis ini.
Tulisan saya ini bukanlah tulisan politik. Murni berbicara ekonomi dengan kapasitas saya sebagai penulis yang aktif sehari-hari menjadi pengusaha kecil menengah.
Bukankah, dalam pikiran baik (positif) selalu akan melahirkan tindakan baik dan karya yang baik juga sehingga badai sebesar apapun kita bisa melewatinya?