Kemandirian Industri Farmasi Indonesia Menghadapi AFTA 2015

Author : Khairunnisa Sy | Thursday, April 03, 2014 09:27 WIB

Korelasi antara AFTA dan Kesehatan di Indonesia

ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan sebuah gerbang yang akan terbuka sebentar lagi. AFTA menghapuskan batas-batas Negara ASEAN dalam kegiatan perekonomian. AFTA tercipta atas dasar kesepakatan 6 negara ASEAN dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992(Sangkey, 2014). Keenam Negara tersebut salah satunya adalah Indonesia.AFTA merupakan kesepakatan Negara ASEAN untuk menjadikan wialayah ASEAN sebagai pasar bebas. Tujuan terbentuknya AFTA adalah menjadikan kawasan ASEAN sebagai tempat produksi yang kompetitif sehingga produk ASEAN memiliki daya saing kuat di pasar global, menarik lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI), dan meningkatkan perdagangan antar negara anggota ASEAN (intra-ASEAN Trade)(wikipedia, 2014). Pada dasarnya AFTA ini merupakan incubator bagi Negara ASEAN dalam mempersiapkan diri menghadapi persaingan pasar dunia.

Indonesia merupakan salah satu tokoh utama dalam panggung diberlakukan AFTA ini. Indonesia memelukan strategi khusus yang harus diterapkan agar nantinya Indonesia tidak hanya menjadi pasar dari Negara-negara lain tapi juga bisa menjadi pemasok dan produsen produk-produk yang berkualitas dan mampu bersaing di pasar bebas tersebut. Indonesia memiliki banyak aset, yaitu Sumber Daya Alam yang melimpah, keuntungan bonus Demografi, sektor industri, wilayah Negara yang luas dan juga wilayah maritime yang sangat potensial. Segala aset tersebut harus dikelola dengan baik agar nantinya bisa memakmurkan Indonesia. Apabila Indonesia tidak memiliki strategi yang baik untuk menghadapi AFTA ini, dikhawatirkan Indonesia bisa menjadi budak di negeri sendiri. Ketika semua sektor telah dikuasi oleh asing, SDM Indonesia tidak mampu bersaing dengan SDM dari Negara lain maka penjajahan modern pun akan melanda Indonesia.

Industri Farmasi merupakan salah satu aset bangsa Indonesia. Indonesia memiliki skitar 243 industri farmasi penghasil obat-obatan yang sebagian besar berada di pulau jawa. Industri farmasi Indonesia berkontribusi aktif dalam menjaga kesehatan bangsa Indonesia. Harga obat-obatan yang beredar di Indonesia di tentukan oleh mereka namun tetap dalam pengawasan pemerintah. Secara langsung dan pasti, Industri Farmasi di Indonesia akan bersaing juga dengan Industri farmasi di Negara lain. Dalam menghadapi AFTA, industri farmasi Indonesia memiliki peluangan dan tantangan untuk bisa bertahan dan terus berkembang saat AFTA berlangsung. Untuk itu diperlukan adanya kerja sama dari segala sektor untuk mendukung industri Farmasi yang ada di Indonesia. Berdasarkan data dari IAI, Industri farmasi Indonesia masih mengimpor bahan baku dari Negara lain sebesar 95%(anonim,2013). Hal ini merupakan fakta yang sangat fantastis, yang menunjukan bahwa industri farmasi Indonesia belum bisa mandiri dan masih sangat bergantung dengan Negara lain. Selain itu, kemandirian industri farmasi Indonesia dalam menghadapi AFTA ditentukan juga oleh sumber daya manusia dan kepercayaan bangsa Indonesia mengkonsumsi obat-obatan buatan Indonesia.

Kesiapan Industri farmasi menghadapi AFTA 2015

a. Sumber Daya Manusia (SDM)

Diantara seluruh Negara anggota ASEAN, Indonesia memiliki jumlah penduduk yang terbesar yaitu 237,6 juta jiwa(BPS, 2010). Hal ini merupakan potensi yang besar bagi Indonesia dalam menghadapi AFTA ini. Namun, yang patut dipertanyakan adalah kompetensi dan kapabilitas SDM tersebut. Menurut Prof. Suyanto, Guru besar Fakultas Ekonomika Universitas Negeri Yogyakarta, belaiu mengatakan bahwa untuk menjadi SDM yang mampu bersaing secara global, ada 5 keterampilan yang harus dipenuhi yaitu kemampuan berkomunikasi secara verbal, kolaborasi atau kerjasama, profesional di bidangnya, mampu menulis dengan baik, serta kemampuan untuk memecahkan masalah(Nurhadi, 2013). Keterampilan tersebut pada dasarnya bisa didapatkan dimanapun asalkan ada niat untuk belajar dan tempat yang paling sesuai untuk belajar adalah hingga ke perguruan tinggi. Oleh karena itu, agar SDM Indonesia semakin memilki kompetensi dan kapabilitas yang baik maka diperlukannya kurikulum yang memfasilitasi SDM Indonesia untuk memenuhi keterampilan-keterampilan tersebut.

Di industri farmasi pun para SDM-nya harus memiliki kapabilitas dan kompetensi unggul. Sehingga mereka bisa mengelola perusahaan dengan baik. Apabila SDMnya baik dan bisa bersaing dengan industri farmasi asing maka industri itupun akan menjadi baik juga. Hal ini dikarenakan, kompetensi dan kapabilitas SDM menentukan majunya sebuah perusahaan, termasuk industri farmasi. Dalam menghadapi AFTA ini maka para SDMnya harus tahan banting dan tidak mudah menyerah. Sehingga nantinya eksistensi obat-obatan buatan industri farmasi Indonesia terus ada dan tidak di ambil oleh eksistensi obat-obatan dari Negara lain.

b. Ketersediaan Bahan Baku

Harga obat-obatan yang diproduksi oleh industri farmasi Indonesia ditentukan oleh beberapa elemen, yaitu biaya untuk bahan baku, biaya pemeliharaan aset dan gedung, biaya promosi, biaya untuk setiap tenaga kerja dan biaya asuransi serta pajak. Dari masing-masing biaya tersebut dibagi enjadi dua kategori, yaitu biaya yang bisa dikendalikan dan yang tidak terkendalikan. Biaya yang tidak terkendalikan cenderung fluktuatif yang artinya bisa berubah kapan saja. seperti biaya bahan baku dan biaya promosi. Berdasarkan fakta, industri farmasi Indonesia masih mengimpor bahan bakunya dari Negara lain sebesar 95%. Negara pengimpor bahan baku tersebut antara lain Tiongkok, India, dan Eropa. Bahan baku untuk pembuatan obat merupakan hal yang sangat vital, karena apabila bahan tersebut tidak tersedia maka industri farmasi tidak akan bisa menghasilkan produk. Masih tingginya tingkat impor bahan baku untuk pembuatan obat merupakan suatu masalah serius apabila industri farmasi belum bisa mandiri dalam memenuhi kebutuhannya. Apabila hal tersebut terus di biarkan dan tidak ada usahanya untuk mengubah hal tersebut, maka bisa saja nantinya harga obat buatan industri farmasi Indonesia menjadi sangat mahal karena pemasok bahan baku bisa menaikan harga sesuai keinginan Negara pengimpor. Padahal dengan diberlakukannya AFTA, Negara pengimpor tersebut bisa menjual obat-obatan yang mereka produksi. Bila harga obat impor lebih murah dibandingkan harga obat buatan farmasi Indonesia, maka dipastikan bangsa Indonesia akan lebih memilih obat dari Negara lain dan bila hal ini terjadi, lama-kelamaan produk industri farmasi Indonesia kemungkinan akan kehilangan pasar di negeri sendiri.

Untuk menghindari hal tersebut, maka dibutuhkan sebuah perusahaan indusri baru baik industri bahan kimia atau khusus bahan baku obat yang menyediakan bahan baku untuk industri farmasi di Indonesia. namun, perusahaan tersebut haruslah milik orang Indonesia. Minimnya perusahaaan bahan baku di Indonesia adalah karena biaya produksi lebih tinggi dari harga penjualan dan bahan baku impor memiliki harga yang lebih murah. Atas dasar itu, maka perusahaan bahan baku tidak mengalami keuntungan. Apabila industri farmasi Indonesia ingin mandiri dan menurunkan angka impor bahan baku maka yang dibuhkan adalah kerja sama antar sesama industri farmasi atau industri kimia. Kolaborasi antar beberapa industri untuk menciptakan sebuah perusahaan atau industri bahan baku sendiri tentulah akan membuat industri farmasi lebih mandiri dan tidak bergantung dengan Negara lain. Kemandirian ini tentu saja akan meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia khususnya dibidang kesehatan. Apabila mereka sakit maka sudah ada obat-obatan hasil produksi dalam negeri yang berkualitas dan harganyapun mudah terjangkau.

3. Kecintaaan Terhadap Produk dalam Negeri

Untuk mewujudkan kemandirian industri farmasi di Indonesia disamping penguatan dari segi SDM, penyiapan bahan baku dan peralatan yang modern, hal ini tidak bisa dipisahkan dari kepercayaan bangsa Indonesia dalam mencintai produk dalam negeri. Kepercayaan bangsa Indonesia dalam menggunakan obat-obatan buatan Indonesia merupakan hal yang penting. Karena pada dasarya, industri farmasi harus memiliki pasar. Apabila pasar dalam negeri sendiri sudah meminati produk dalam negeri maka tidak di ragukan lagi bila bangsa lainpun akan menggunakan obat-obatan buatan industri farmasi Indonesia.

Selain itu, tendensi dokter di Indonesia untuk memilih obat-obatan hasil produksi industri farmasi Indonesia juga sangat diperlukan. Karena resep ditulis oleh dokter dan segalanya tergantung dokter untuk menentukan dan memilih obat yang tepat untuk pasien. Kerjasama yang professional antara dokter dengan industri farmasi di Indonesia harus dibangun dan tentunya harus sama-sama memegang idelisme untuk terus berkontribusi untuk Indonesia.

Kesimpulan

Kemandirian industri farmasi Indonesia dalam menghadapi AFTA 2015 akan tercapai apabila Indonesia memiliki SDM yang kompeten dan berkapabilitas tinggi, menurukan jumlah impor bahan baku, menjaga kepercayaan konsumen dalam negeri dan menciptakan hubungan kerja sama yang professional dengan dokter. Apabila indusri farmasi Indonesia bisa mandiri, maka AFTA bukan menajdi penghalang tapi justru menjadi kesempatan bagi industri farmasi Indonesia untuk berinovasi dan mengembangkan produk menjadi lebih baik sehingga mampu bersaing dengan produk dari negara-negara lain. Jika industri farmasi di Indonesia bisa mandiri dalam menghadapi AFTA 2015 harapannya harga obat-obatan di Indonesia tetap stabil dan bisa di jangkau oleh seluruh bangsa Indonesia sehingga kesehatan mereka tetap terjamin.

Harvested from: http://ekonomi.kompasiana.com
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: