Logika Subsidi BBM yang Tidak Akan Pernah Diterima Masyarakat

Author : Thamrin Dahlan | Friday, November 14, 2014 10:18 WIB

Logika subsidi BBM yang demikian transparan dan jelas terang benderang dan diterima akal sehat oleh intelektual  tidak akan diterima oleh masyarakat terutama dari komunitas akar rumput.  Berbusa busa para pejabat menjelaskan bahwa subsidi BBM kita sudah sangat besar dan mengkhuatirkan perimbangan anggaran pemerintah diterjemahkan seragam oleh rakyat sebagai kenaikan harga BBM.  Pengalaman dari satu pemerintahan ke pemerintahan berikutnya masalah penyesuaian harga BBM selalu berdampak kepada terganggu nya situsi keamanan dan ketertiban masyarakat.

Logika itu sebenarnya tumpul, karena rakyat merasakan sendiri dengan kenaikan harga BBM maka kesengsaraan akan terjun  ke level terendah.  Belum juga harga BBM naik,  harga sembako telah mencuri start dengan cara menaikkan harga terlebih dahulu.  Itu baru rencana, bagaimana nanti apabila pemerintah berani menaikkan harga BBM.  Entah apa yang akan terjadi.  Sebagai contoh, lihat saja demonstrasi di Makassar yang langsung setiap hari telah mulai menuai korban baik di pihak aparat maupun di pihak masyarakat.

Ada baiknya Pak Jokowi dan Pak JK bertanya kepada Badan Intelijen Negara (BIN) tentang perkiraan faktual seandainya harga BBM jadi di sesuaikan. Informasi bisa juga di lengkapi dari pemantauan lapangan dari Kapolri, Panglima TNI serta Menkopolhukam bagaimana situsi sebenarnya yang terjadi di masyarakat pada saat ini.  Tentu saja kita berharap para pejabat tersebut mampu menyampaikan fakta   tentang situasi kondisi faktual yang terjadi di masyarakat di seluruh tanah air.

Sekali lagi rakyat saat ini belum bisa menerima logika subsidi BBM.  Trauma kenaikkan harga BBM sudah dirasakan di masa lalu, harga barang naik, tranportasi demikian juga sedangkan penghasilan tidak ada penyesuaian.  Apabila harga sudah membumbung tinggi, sehebat apapun kebijakan pejabat di bidang ekonomi untuk menurunkan harga barang dapat di pastikan gagal total.  Operasi pasar dadakan hanya sebentar menurunkan harga, tetapi apakah pemerintah konsisten mengadakan operasi pasar terus menerus sementara spekulan sembako mengintip disetiap sudut untuk mengeruk keuntungan sebesar besarnya.

Point dari tulisan ini adalah berharap dengan sangat agar Pak Jokowi dan Pak JK sekali lagi atau seribu kali berpikir ulang sebelum memutuskan kenaikan harga BBM di akhir tahun 2014.  Menunda kebijakan di usia pemerintahan yang baru seumur jagung adalah keputusan terbaik dari pada menghadapi gejolak penolakan yang akan memcampai puncak dalam durasi yang panjang dan akibat yang sulit di prediksi. Percayalah dampak terganggunya situasi dan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat menjadi taruhan termahal.  Gejolak penolakan ibarat gunung es yang bergulung gulung mengganggu kenyammaan hidup dan kehidupan masyarakat yang sampai saat ini bisa dikatakan lumayan kondusif.

Keamanan mahal harganya.  Tidak bisa dengan menggelontorkan kartu kartu secara instan akan mampu meredakan gejolak masyarakat,  Rakyat hanya menginginkan bisa tetap makan 3 kali sehari, bisa menyekolahkan anak dengan lancar  dan tidak terganggu kantongnya karen harus mengeluarkan biaya berlebih akibat kenaikan semua komuditas  sebagai akibat lanjutan dari kenaikkan harga BBM.   Kantong bolong itulah yang terjadi  di saku saku rakyat yang sedikitpun tidak mempunyai tabungan selain harga diri.

Harvested from: http://hankam.kompasiana.com/
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: