Pembangunan Ekonomi Untuk Kemajuan dan Kesejahteraan Bangsa

Author : Rokhmin Dahuri | Friday, May 23, 2014 09:52 WIB

Indonesia sejatinya memiliki modal dasar terlengkap untuk menjadi bangsa yang maju, sejahtera, dan berdaulat.Pertama berupa 250 juta orang penduduk, terbesar keempat di dunia setelah China, India, dan AS.Jumlah penduduk usia produktif lebih banyak ketimbang yang berusia tidak produktif (bonus demografi), dengan jumlah kelas menengah yang terus meningkat dari tahun ke tahun.Ini merupakan potensi pasar domestik yang luar biasa besarnya.Kedua adalah kekayaan alam yang melimpah dan beragam, baik yang terdapat di wilayah darat maupun lautan.Ketiga, posisi geoekonominya yang sangat strategis, di jantung pusat perdagangan global.Sekitar 45 persen dari seluruh komoditas dan barang yang diperdagangkan di dunia dengang nilai 1.500 trilyun dolar AS per tahun diangkut melalui laut Indonesia (UNCTAD, 2010).

Namun, sudah 69 tahun merdeka, Indonesia masih sebagai negara berkembang (GNP per kapita 5.000 dolar AS) dengan angka pengangguran dan kemiskinan yang tinggi, kesenjangan antara kelompok kaya vs miskin kian melebar, dan daya saing ekonomi yang rendah.Tingkat kemajuan dan kemakmuran Indonesia jauh di bawah negara-negara tetangga yang modal dasar pembangunannya terbatas.Sebut saja, Singapura, Korea Selatan, dan Jepang yang sudah lama menjadi negara maju dengan pendapatan per kapita di atas 30.000 dolar AS.IPM (Indeks Permbangunan Manusia) Indonesia hanya menempati peringkat-6 di kawasan ASEAN di bawah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, dan Pilipina.

Yang lebih mencemaskan, hingga saat ini fondasi dan struktur ekonomi Indonesia masih rapuh, sangat bergantung pada eksploitasi SDA yang miskin hilirisasi dan nilai tambah.Pertumbuhan ekonomi dalam sepuluh tahun terakhir lebih dari 70 persen berasal dari konsumsi, ekspor komoditas mentah, aliran masuk ’uang panas’, dan sektor non-tradable seperti properti, hotel, malls, dan jasa angkutan.Sementara itu, kita mengimpor mesin dan peralatan mesin, bahan baku dan bahan penolong untuk memasok industri nasional.Barang-barang konsumsi (consumer goods) buatan luar negeri seperti kulkas, mesin cuci, microwave, oven, kipas angin, AC, komputer, dan HP membanjiri pasar domestik di seluruh wilayah Nusantara.Akhir-akhir ini kitamengimpor pesawat terbang, kapal perang, dan alutsista dalam jumlah yang sangat besar.Bahkan, ironisnya Indonesia kini menjadi bangsa pengimpor pangan terbesar di dunia, mulai dari beras, jagung, gandum, kedelai, gula, buah-buahan, bawang putih, ikan sampai garam.

Strategi industrialisasi

Dengan fondasi dan struktur ekonomi semacam itu, Indonesia bisa terjebak sebagai negara berpendapatan menengah, alias tidak bisa menjadi negara maju dan makmur.Untuk keluar dari jebakan tersebut, mulai sekarang kita harus membangun perekonomian negara ini berbasis industri yang inovatif, inklusif, dan ramah lingkungan. Suatu sistem perkonomian yang mampu menghasilkan barang dan jasa (goods and services) yang kompetitif untuk memenuhi kebutuhan nasional maupun ekspor secara berkelanjutan.Ciri dari barang dan jasa yang kompetitif adalah kualitasnya unggul, harganya relatif murah, dan volume produksinya teratur serta dapat memenuhi kebutuhan konsumen (pasar) domestik maupun ekspor setiap saat diperlukan.Barang dan jasa dengan tiga ciri semacam itu hanya dapat diproduksi oleh perusahaan (unit usaha) yang memiliki produktivitas dan efisiensi yang tinggi.Yakni perusahaan yang memenuhi skala ekonomi, menggunakan teknologi mutakhir dalam setiap mata rantai sistem bisnisnya, menerapkan manajemen sistem rantai suplai (produksi – processing – pemasaran) secara terpadu, dan mengikuti prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan.

Dalam jangka pendek dan menengah (1 sampai 5 tahun ke depan), kita mesti memperkuat dan mengembangkan perusahaan-perusahaan nasional berskala besar (korporasi) maupun UMKM yang mampu: (1) menghasilkan barang dan jasa yang kompetitif, (2) membuahkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi (di atas 8% per tahun), (3) menyerap banyak tenaga kerja dengan pendapatan rata-rata sedikitnya 7.250 dolar AS (pendapatan minimal untuk negara berpendapatan menengah atas), dan (4) tersebar secara proporsional di seluruh wilayah NKRI.Ini sangat mungkin kita realisasikan dengan meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan nilai tambah sektor-sektor ekonomi SDA (pertanian, kelautan dan perikanan, kehutanan, ESDM, dan pariwisata) secara berkeadilan dan ramah lingkungan.Melakukan ekstensifikasi dan diversifikasi sektor ekonomi SDA berbasis inovasi ramah lingkungan, terutama di luar Jawa dan Bali.Selain itu, kita harus merevitalisasi industri-industri yang selama ini menjadi unggulan nasional (seperti tekstil, elektronik, otomotif, makanan dan minuman, dan industri kreatif) supaya lebih produktif dan berdaya saing di pasar domestik maupun global.

Secara simultan, mulai sekarang sampai 25 tahun ke depan (jangka panjang), kita harus secara sistematis dan berkesinambungan melakukan transformasi struktur ekonomi nasional.Ini meliputi industrialisasi sektor pertanian, kehutanan dan kelautan-perikanan tradisional dengan menerapkan teknologi mutakhir, skala ekonomi, manajemen sistem rantai suplai terpadu, dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ramah lingkungan.Melakukan hilirisasi sektor ESDM dan pengelolaannya harus sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945.Jangan seperti sekarang, lebih dari 85 persen pengelolaan migas dan pertambangan umum (mineral dan batubara) diserahkan kepada korporasi asing.

Industri dasar (logam, permesinan, kimia, dan biologi) harus diperkuat dan dikembangkan.Dalam hal industrialisasi, kita bisa belajar dari Korea Selatan.Negara yang di tahun 1960-an, kemajuan dan kemakmuran nya di bawah Indonesia, sejak 1997 sudah menjadi negara industri maju yang makmur.Negeri ginseng ini juga yang paling cepat bangkit dari krisis ekonomi Asia 1998.Sekarang Korsel menjadi salah satu raksasa ekonomi dunia di bidang teknologi informasi, elektronik, otomotif, perkapalan, konstruksi, farmasi, kosmetik, dan industri kreatif.Kuncinya satu, Korea memiliki industri dasar yang kuat dan berdaya saing.

Selain itu, transformasi struktur ekonomi juga mencakup peningkatan kapasitas bangsa untuk: (1) mendiversifikasi struktur produksi domestik; (2) mengembangkan sektor-sektor ekonomi baru (seperti kelautan, teknologi informasi, energi baru dan terbarukan, bioteknologi, nanoteknologi, dan new materials); (3) memperkokoh keterkaitan ekonomi (economic linkages) antar sektor pembangunan dan antar wilayah; dan (4) meningkatkan peran Indonesia dalam sistem rantai produksi global agar lebih sebagai bangsa prodsuen, bukan konsumen seperti dalam sepuluh tahun terakhir.

Dukungan SDM inovatif

Untuk melaksanakan strategi industrialisasi di atas, kita harus meningkatkan kapasitas bangsa dalam menguasai, menghasilkan, dan menerapkan inovasi IPTEKS (Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni) dalam segenap aspek kehidupan, khususnya di bidang industri dan ekonomi.Pasalnya, fakta empiris menunjukkan bahwa bangsa-bangsa yang maju dan sejahtera, seperti yang tergabung dalam OECD (Organization for Economic Cooperation and Development), Singapura, dan China adalah mereka yang memiliki daya inovasi yang tinggi.Malangnya, saat ini Indonesia tergolong bangsa dengan daya inovasi yang rendah. Dari 142 negara yang disurvei tentang kapasitas inovasi (Global Innovation Index), Indonesia berada pada peringkat-85.Sementara, Singapura di peringkat-8, Malaysia ke-32, China ke-35, Thailand ke-57, Pilipina ke-65, dan Vietnam ke-76.Lima bangsa dengan kapasitas inovasi tertinggi secara berurutan diraih oleh Swis, Swedia, Inggris, Belanda, dan AS (Cornell University, INSEAD dan WIPO, 2013).

Supaya kapasitas inovasi bangsa Indonesia bisa sejajar dengan negara-negara industri maju, maka kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) mesti terus menerus ditingkatkan, sehingga memiliki pengetahuan, keahlian, daya inovasi, dan etos kerja yang unggul.Ini dapat dilakukan melalui penguatan dan pengembangan sistem pendidikan, R & D (Penelitian dan Pengembangan), pelatihan, dan pelayanan kesehatan prima.

Sistem pendidikan mesti dirombak agar mampu menumbuh-kembangkan budaya inovasi. Bukan hanya budaya menghafal seperti sekarang. Pemerintah berkewajiban mengajak perusahaan-perusahaan swasta nasional maupun internasional untuk ’mengindustrikan’ hasil-hasil penelitian dari Perguruan Tinggi, BPPT, LIPI, dan lembaga penelitian lain, dari tahap prototipe (skala laboratorium) menjadi produk teknologi komersial yang laku di pasar domestik maupun global.

Dengan melaksanakan peta jalan pembangunan ekonomi berbasis inovasi seperti di atas, kita akan mampu mengatasi permasalahaan khronis bangsa seperti pengangguran, kemiskinan, kesenjangan kaya vs miskin, impor pangan dan energi, dan daya saing yang rendah.Lebih dari itu, pada 2019 status ekonomi kita bakal meningkat, dari sekarang sebagai negara berpendapatan-menengah bawah menjadi berpendapatan-menengah atas (rata-rata GNP per kapita diatas 7.250 dolar AS).Kita akan menjadi bangsa produsen, bukan konsumen seperti saat ini.Dan, pada 2030 Indonesia akan menjadi negara maju dan makmur dengan kekuatan ekonomi (PDB) terbesar keenam di dunia dengan rata-rata GNP per kapita lebih besar dari 15.000 dolar AS.

Harvested from: http://ekonomi.kompasiana.com
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: