Pemilihan Umum Adalah Bahasa Sederhana Dalam Demokrasi

Author : Andri Jas Lubis | Wednesday, September 10, 2014 10:07 WIB

Tingkat berkualitasnya sebuah demokrasi ditentukan oleh tidak hanya partispasi rakyat/ masyarakat dan/ atau individu-individu semata, melainkan juga selain hal tersebut adalah sistem dari demokrasi itu sendiri bagaimana di implementasikan. Pemilihan umum merupakan bahasa sederhana bagi sebagian besar kalangan awam memahami apa itu demokrasi, dan mengapa harus melalui pemilihan umum, sederhana pula karena kekuasaan rakyat akan terus berpijak pada tatanan demokrasi yang sebenarnya. Sehingga pemilihan umum mendorong kepercayaan sebagai bagian dari instrumen dalam melaksanakan sebuah demokrasi.

Tegaknya sebuah demokrasi dalam pemilihan umum juga selain sistem yang dijalankan adalah bagaimana lembaga-lembaga negara sebagai penyelenggara pemilihan umum mampu menterjemahkan suatu demokrasi yang baik dan dewasa, dan lembaga-lembaga tersebut mampu berdiri sebagai lembaga yang tidak bisa disentuh oleh segelintir pemilik kepentingan kekuasaan semata, melainkan ia bisa menjamin bahwa sebagai lembaga penyelenggara akan bisa berjalan sesuai dengan konstitusi dan tanpa mendiskriminasikan hak-hak dasar yang dimiliki oleh insan demokrasi.

Kita ketahui bahwa Indonesia di era reformasi ini, telah mampu menyelenggarakan pemilihan umum presiden dan wakil presiden sebanyak tiga kali, tepatnya pada tahun pemilu 2004, pemilu 2009, dan pemilu 2014, tidak hanya presiden dan wakil presiden saja pemilihan umum juga diselenggarakan untuk pemilihan anggota DPR dan DPD juga DPRD serta kepala daerah di seluruh tanah air, hal itu menunjukan apa yang telah dijalankan bahwa negara demokrasi telah dapat dirasakan, meskipun tidak sedikit permasalahan di setiap pelaksanaanya terdapat masalah baik dari masalah pada lembaga penyelenggaranya maupun dari kita sebagai insan demokrasi, jika berangkat pada masalah yang muncul tersebut setidaknya dapat disyukuri kita telah berjalan menuju negara demokratis yang lebih baik dan dewasa.

Sejarah mencatat, bahwa indonesia telah melaksanakan pemilihan umum sebanyak tujuh kali, yakni pada pemilu 1955, pemilu 1971, pemilu 1977-1997, pemilu 1999, pemilu 2004, pemilu 2009, dan pemilu 2014. Pemilu 1955 adalah pemilu pertama kali yang dimana pemilu pada saat itu adalah pemilihan anggota lembaga legislatif saja, dan pasca reformasi setelah hadirnya UUD 1945 amandemen 4 (empat) barulah pada tahun 2004 tanah air pertamakalinya menyelenggarakan pemilihan umum presiden dan wakil presiden disamping juga bersamaan menyelenggrakan pemilihan umum anggota legislatif. Dengan perjalanan panjang pemilu di tanah air hal demikian meninggalkan banyak catatan-catatan pada sisi perkembangan suatu demokrasi yang baik dan mapan. Adanya demokrasi tidak terlepas pada perjalanan negara yang sudah pernah mengawali kehidupan berdemokrasi.

Pemilihan umum diselenggarakan berdasarkan peraturan perudangan undangam, dalam UUD 1945 misalnya diterangkan bahwa anggota MPR terdiri dari anggota DPD dan DPR yang dipilih langsung melalui pemilihan umum, hal yang dimaksud tercantum pada pasal 2 ayat (1). Kemudian pemilihan umum di singgung juga pada pasal lainnya di UUD 1945 yang dimana hal tersebut tercantum pada pasal 6A yang menjelaskan mekanisme/ syarat terpenuhinya seseorang menjadi presiden dan wakil presiden. Tidak hanya anggota DPR/ DPD dan juga presiden wakil presiden, tetapi selain itu juga kepala daerah serta anggota DPRD di pilih secara demokratis, hal tersebut tercantum pada pasal 18 ayat (3) dan (4).

Lebih rinci kemudian pemilihan umum di atur dalam bentuk Undang Undang (UU), seperti adanya UU 42 tahun 2008 yang mengatur tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Begitu juga dalam peraturan dan ketentuan pemilihan umum anggota legislatif yang diatur dalam UU no tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Perubahan dalam UU terbaru ini adalah ambang batas parlemen untuk DPR di tetapkan sebesar 3,5%, naik dari pemilu 2009 yang sebesar 2,5%. Pada saat ini DPR masih menggodok RUU tentang Pemilihan Umum Kepala Daerah yang merupakan RUU usulan dari pemerintah (Kemendagri), dari wacana yang berkembang di media bahwa RUU tersebut akan mengalami perubahan sistem pemilu tidak langsung, artinya akan digunkan sistem pemilihan melalui parlemen/DPRD, dengan kata lain tidak lagi rakyat yang memilih tetapi anggota DPRD yang mempunyai suara dalam pemilihan kepala daerah tersebut. RUU Pemilukada rencananya akan di sahkan pada pertengahan bulan september 2014 mendatang.

Pemilihan umum tentunya tidak terlepas pada institusi penyelenggaranya, ini dimaksudkan bahwa pemilihan umum berlangsung karena berjalan berdasarkan ketentuan peraturan perundang undangan yang kemudian mutlak tugas dan wewenangnya atas seluruh urusan kepemiluan diserahkan kepada lembaga pemilihan umum, UU no 15 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum adalah ketentuan yang memberikan tugas dan tanggungjawab kepada tiga lembaga penyelenggara untuk menyelenggarakan pemilihan umum, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP). Dalam ketentuannya bahwa ketiga penyelenggara pemilu berpedoman pada asas mandiri; jujur; adil; kepastian hukum; tertib; kepentingan umum; keterbukaan; proposionalitas; profesionalitas; akuntabelitas; efisensi; dan efektifitas. Asas tersebut di sebutkan pada pasal 2 UU no 15 tahun 2011.

Dengan adanya ketantuan perudang undangan maka proses pemilihan umum pun akan terlaksana sesuai dengan tujuan sebuah demokrasi. Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan salah satu pilar demokrasi sebagai wahana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan yang demokratis. Pemerintahan yang dihasilkan dari Pemilu diharapkan menjadi pemerintahan yang mendapat legitimasi yang kuat dan amanah. Sehingga, diperlukan upaya dan seluruh komponen bangsa untuk menjaga kualitas Pemilu. Pemilu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD harus dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

Dikutip dari artikel Menyonsong Pemilu 2014 di halaman situs Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (www.kemendagri.go.id). Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi mengatakan, semangat Pemilu itu dapat terwujud apabila seluruh komponen bangsa saling bangsa saling bahu-membahu mendukung pelaksanaan Pemilu sesuai aturan perundang-undangan dan penghormatan hak-hak politik setiap warga Negara. “Upaya memperbaiki kualitas pelaksanaan Pemilu merupakan bagian dari proses penguatan demokrasi serta upaya mewujudkan tata pemerintahan yang efektif dan efisien,”kata Mendagri. Suksesnya Pemilu, kata Mendagri, bukan hanya bersandar pada integritas penyelenggaraan Pemilu dan peserta Pemilu semata. Namun, harus didukung pula oleh seluruh pemengku kepentingan Pemilu demi terciptanya sinergitas yang kuat dan saling berkesinambungan. Terlebih, Pasal 126 UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu diatur bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan bantuan dan fasilitasi penyelenggaraan Pemilu. Oleh karena itu, persamaan persepsi antar pemangku kepentingan Pemilu dalam upaya mewujudkan Pemilu yang demokratis, mutlak diperlukan.

Sebagai insan politik yang baik, maka perlu kita meneruskan perjuangan demokrasi dan menanamkan rasa persatuan kesatuan ditengah banyak perbedaan, pemilihan umum memberikan pendidikan politik kepada masyarakat secara langsung dan sadar, karena ia bebas dengan kemantapan hak nya dalam menentukan sebuah kekuasaan yang diberikannya sebagai pegangan bagi penguasa untuk mengubah keadaan dirinya dan keadaan yang lebih luas dari kepentingan pribadi penguasa.

Harvested from: http://politik.kompasiana.com
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: