Saintis Muslim peletak dasar IPTEK

Author : Aries Musnandar | Wednesday, May 14, 2014 09:43 WIB


Pada waktu belajar ilmu berhitung, aljabar dan matematika di tingkat SD SMP dan SMA saya tidak menyangka bahwa ternyata fondasi ilmu-ilmu yang saya pelajari tersebut diletakkan oleh saintis Muslim jauh sebelum ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) berkembang seperti sekarang ini. Ternyata dalam temu-kenal disiplin ilmu pasti alam (IPA) peran dari kalangan saintis Muslim cukup besar dan tidak bisa dianggap sepele. Dua diantara saintis Muslim yang terkenal adalah Al Khawarizni dan Abul Wafa. Mereka adalah imuwan Muslim yang meletakkan dasar-dasar ilmu matematika, trigonometri, algoritma bahkan astronomi, sehingga perkembangan IPTEK diawali oleh rumus-rumus temuan yang diciptakannya.

Dasar ilmu-ilmu tersebut di Indonesia dipelajari secara masif oleh para pelajar ditingkat SD/SMP/SMA namun saya pada masa sekolah dahulu tidak (belum) mengetahui bahwa peran ilmuwan Muslim sangat besar dalam menjadikan IPTEK perkasa dan bermanfaat sebagaimana yang kita nikmati sejauh ini. Saya pun tidak mengira masih banyak lagi ilmuwan Islam yang kemudian menjadi inspirasi bagi para saintis Barat dalam mengembangkan ilmu sebut saja misalnya Albert Einstien yang ternyata rumus gravitasinya menggunakan formula dasar matematika hasil temuan Al-Khawarizmi. Penemuan saintis Muslim itu yang akhirnya memungkinkan saintis Barat mengembangkan teknologi canggih seperti pesawat terbang, kapal laut, GPS, sistem teknologi informasi telekomunikasi, komputer dan sejumlah produk teknololgi lainnya. Singkat cerita, kejayaan Islam melalui peradaban ilmu pengetahuan yang ditemu-kenali saintis Muslim telah menorehkan sejarah dengan tinta emas yang bermanfaat bagi umat manusia hingga kini.

Hanya amat disayangkan saat saya belajar matematika terutama ketika memilih jurusan IPA di SMA cerita sejarah penemuan rumus-rumus dasar matematika yang ternyata berasal dari saintis Muslim itu tidak turut disosialisasikan. Padahal, jika temuan ini dikomunikasikan kepada pelajar bukan tidak mungkin pelajar Muslim dapat termotivasi untuk lebih giat belajar dan boleh jadi saintis Muslim itu menjadi rujukan pelajar untuk giat mengembangkan ilmu-ilmu pasti alam. Entah mengapa materi yang kita pelajari disekolah tidak dilengkapi dengan sejarah lahirnya matematika (aljabar) bahkan kata aljabar sebagai mata pelajaran belakangan malah terhapus digantikan hanya dengan matapelajaran matematika saja, seolah ada pihak yang tidak ingin melekatkan kata aljabar yang berbahasa Arab dan terkonotasi Islam itu sebagai suatu mata pelajaran yang mesti dipelajari siswa. Padahal, aljabar adalah ilmu dasar dalam matematika yang kemudian dikembangkan dan dapat diterapkan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kini setelah diketahui bahwa ternyata peran saintis Muslim demikian besar bagi pengembangan sains dan keilmuwan yang dikembangkan Barat dewasa ini, sudah sepatutnya kurikulum IPA atau ilmu pasti alam (eksakta) memasukkan sejarah ilmu khususnya dibidang ilmu-ilmu dasar murni seperti matematika ini. Hal ini diperlukan agar pelajar Muslim mengenal ghiroh para saintis Muslim dalam menemu-kenali ilmu pengetahuan sehingga diharapkan temuan mereka (saintis Muslim masa lalu itu) dapat menginspirasi Pelajar Muslim Indonesia untuk lebih meningkatkan gairah dalam belajar ilmu-ilmu dasar. Manakala kita mengetahui bahwa saintis Muslim itu amat diperhitungkan di dunia sains maka rasa minder atau merasa rendah diri tidak akan muncul bahkan sebaliknya rasa percaya diri akan semakin meningkat. Oleh karena itu diperlukan perbaikan dalam mengemas mata pelajaran matematika dan mengambalikan mata pelajaran aljabar sebagai bagian dari ilmu dasar matematika.

Pihak pemangku kebijakan dan yang memiliki wewenang di bidang pendidikan bertanggung jawab bagi tumbuh-kembangnya kebenaran sejarah ilmu dan tentunya mereka kelak dimintai semua pertanggungajawabannya, oleh karena itu segeralah merekonstruksi sistem pembelajaran ilmu pasti alam dengan melibatkan materi sejarah penemuan ilmu-ilmu dasar. Matapelajaran yang kita terima mesti dibersihkan dari unsur propaganda "anti Islam" yang sengaja atau tidak sengaja dapat menutupi kebenaran sejarah ilmu itu sendiri. Pemerintah negeri ini mempunyai peran strategis dalam mewujudkan integrasi sains dan agama sebagaimana kini lembaga-lembaga pendidikan Islam mulai menyadari bahwa tidak ada dikotomik antara ilmu (sains) dan agama dalam dunia pendidikan, sehingga kini saintis Muslim bakal berpeluang berjaya kembali seperti sanitis Muslim masa lalu.

*) Pemerhati Sejarah IPTEK

Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: