Seandainya Prof Imam Jadi Menteri Pendidikan (bagian 1)

Author : Aries Musnandar | Monday, November 03, 2014 10:43 WIB

(bagian pertama dari dua tulisan)

Prof. Imam Suprayogo adalah salah seorang intelektual Muslim Indonesia yang "progresif" yang dimiliki Indonesia. Beliau demikian getol ”menyerang” cara pandang dikotomik antara agama (Islam) dan sains yang masih dimiliki sebagian besar umat Islam. Pandangan ini langsung atau tidak langsung sesungguhnya menurut beliau bukanlah berasal dari pemaknaan yang bernar terhadap ajaran Islam itu sendiri. Singkatnya, beliau menegaskan bahwa Islam tidak mengenal cara pandang dikotomik seperti itu yang justeru membuat agama Islam terdegradasi nilai dan manfaatnya di dunia ini.

Dengan cara pandang  dikotomik tersebut Islam hanya dikenal di acara-acara ritual seremonial belaka, mengerjakan ibadah mahdhoh dan aktivitas-aktivitas rutin terkait pernikahan, kematian dan selamatan. Lebih dari itu dianggap bukan urusan agama (Islam).  Menurut Pak Imam, cara pandang keliru tersebut harus dikikis habis di dunia pendidikan tinggi Islam.

Seperti diketahui  memang di Tanah Air ini kondisi semacam itu terutama di dunia pendidikan sudah mengakar sehingga cukup sulit dan memerlukan waktu lama untuk diubah.  Alhasil, perubahaan  konsep dari STAIN  dan atau IAIN ke universitas menjadi lamban dan  terkesan bertele-tele. Agaknya persoalan prosedur menjadi kendala serius ketimbang masalah substansinya, sehingga terkesan perubahan kearah universitas demikian lambat.

Saking gemasnya melihat situasi yang ada, pak Imam sambil bergurau pernah mengatakan bahwa ia ingin sekali jadi Menteri Agama cukup 6 bulan saja dalam rangka membenahi dunia pendidikan Islam ini. Menurut saya, meski tampak bergurau keinginan pak Imam ini wajar dan bahkan bisa dikatakan semestinya demikian. Pak Imam pantas mengatakan demikian karena beliau terbukti sukses membawa STAIN Malang menjadi Universitas (UIN Malang) dengan berbagai prestasi yang ditorehkan. Dasar-dasar, pedoman, fondasi dan  landasan pengembangan UIN Maliki Malang telah diwariskan secara baik oleh Pak Imam. Wajar saya kira "breakthrough" dan inovasi pendidikan pak Imam ini diteruskan lagi dalam konteks yang lebih besar.

Terkait keinginannya untuk merubah cara berpikir dikotomik di dunia pendidikan tinggi Islam itu saya pernah berkomentar langsung kepada beliau bahwa tidak hanya Pak Imam cocok jadi Menteri Agama bahkan saya katakan kepada beliau sebenarnya Pak Imam itu juga cocok jadi Menteri Pendidikan. Kenapa menurut saya beliau cocok jadi Menteri Pendidikan? Saya akan memulainya dari kualitas SDM bangsa yang masih bermasalah dan sebagian besar persoalan dunia pendidikan formal yang mengalami persoalan itu berasal dari wewenang  kementerian pendidikan. Banyaknya kasus moralitas pelajar, penumpukan pengangguran intelektual, ketidak-adilan dan persoalan pemerataan pendidikan berasal dari kementerian ini. Sehingga apabila dunia pendidikan yang demikian luas dan besar tanggung jawabanya dapat dibenahi maka bukan tidak mungkin persoalan SDM bangsa akan terselesaikan mengingat mayoritas persoalan SDM bangsa berada disektor ini. Oleh karena itu, pemahaman yang benar terkait integrasi agama dan sains dari para pelaku pendidikan formal (siswa/mahasiswa dan tenaga pendidikan serta pengambil kebijakan pendidikan) cukup mendesak dan diperlukan.

Pemikiran terobosan dan kiprah langsung Prof Imam jika dipercaya menjadi Menteri Pendidikan sangat dibutuhkan. Meski mayoritas siswa/mahasiswa di Indonesia beragama Islam tetapi saya yakin kebijakan yang akan diambil beliau dalam kementerian tersebut akan bersifat adil, arif dan bijaksana bagi semua pemeluk agama guna menerapkan sistem pendidikan yang lebih baik “mengawinkan” sains dan agama. Menuntut ilmu bukan semata-mata mengejar pengetahuan (knowledge) dan menguasai kecakapan kompetensi (skills) tetapi juga mampu memahami makna hidup di dunia ini sehingga perilaku penuntut dan pengembang ilmu memiliki karakter diri yang 'rahmatan lil alamin' karena mereka tahu bahwa hidup di dunia adalah "numpang ngombe" untuk kehidupan yang lebih hakiki. Sehingga wujud-wujud kebaikan akan mengemuka seiring dengan penguasaan knowldge dan skills yang mereka miliki. Kata kuncinya adalah sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi umat manusia.

Jikalau konsep integrasi pendidikan diterapkan di dunia pendidikan kita secara lebih luas tidak hanya di kementerian agama tetapi juga lembaga-lembaga  pendidikan yang berada dibawah pengawasan dan wewenang kementerian pendidikan, SDM Indonesia, in sya Allah akan berkualitas. Bagaimana kira-kira penjabaran konsep integrasi ala Pak Imam secara garis besar akan diterapkan pada lembaga-lembaga pendidikan dibawah naungan kementerian pendidikan kita?   (bersambung...)  

Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: