<div class="\\"mtm" _5pco\\"="" data-ft="\\"{"tn":"K"}\\""> <p style="text-align: justify;"> Prof. Imam Suprayogo mantan rektor UIN Maliki Malang yang fenomenal itu kerap menulis tentang pentingnya al Quran menjadi bahan pelajaran di institusi pendidikan. Beliau menggagas agar anak-anak sekolah didekatkan dengan 3 hal yaitu dekat dengan al Quran, dekat dengan tokoh (ilmuwan) agamanya dan dekat dengan tempat ibadahnya (masjid). Dalam konteks ini saya pernah menulis ide untuk menjadikan al Quran sebagai bagian wajib kurikulum sekolah teruatama bagi Muslim. Al Quran tidak hanya di hafal tetapi juga dipelajari (dipahami) isinya pada saat anak berada di tingkat pendidikan usia dini (PAUD) dan atau sekolah dasar (SD).</p> <p style="text-align: justify;"> Alasan praktisnya sederhana saja bahwa ilmuwan-ilmuwan Muslim masa lalu rata-rata mereka hafal al Quran dan menguasai bahasa Arab setelah itu baru mengkaji ilmu pengetahuan (sains) sesuai bidang yang diminati. Ketekunan mereka melakukan kajian bisa jadi merupakan berkah yang diberikan Allah setelah berhasil menghafal dan menggali ilmu dengan insiprasi dari al Quran. Sehingga hasil karya spektakuler mereka dengan gemilang bisa dibukukan dan terukir dalam sejarah ilimu pengetahuan dan teknologi (Iptek).</p> <p style="text-align: justify;"> Berdasarkan rekan jejak ilmuwan Muslim terkemuka itu saya mengajukan usul agar kurikulum pendidikan kita mencantumkan kewajiban bagi Muslim mempelajari al Quran yang dimulai terlebih dulu dengan belajar membaca lalu menghafal, kemudian mempelajari, memahami, menghayati serta berusaha untuk memperoleh inspirasi (hidayah) dalam menemu-kenali ilmu-ilmu yang diperlukan manusia di dunia ini. Lalu saya berpendapat agar dimasa kanak-kanak dan usia SD mereka perlu diperkenalkan juga dengan sejarah cendekiawan/ilmuwan Muslim yang berhasil mengukir sejarah dalam penemuan ilmu dasar/ilmu murni yang kemudian digunakan oleh ilmuwan-ilmuwan Barat terkemuka. Umumnya anak-anak Muslim hanya mengenal para ilmuwan Barat (Eropa, Ameriika) seperti Albert Einstein, James Watt, Pitagoras, Archimedes dan sejumlah ilmuwan lain non Muslim, sementara tidak ada satu pun ilmuwan Islam yang diperkenalkan dalam sejarah Iptek.</p> <p style="text-align: justify;"> Pada saat di SD hingga SMA kita tidak pernah diperkenalkan dengan ilmuwan Islam yang ternyata belakangan saya ketahui banyak ilmuwan Islam menorehkan hasil menajubkan dibidang ilmu-ilmu murni. Lalu Barat menggunakan penemuan ilmuawan Muslim itu bagi pengembangan ilmu dan teknologi (Iptek) berikutnya. Entah kenapa sampai hari ini belum ada upaya dari pemerintah kita untuk membenahi sejarah Iptek dunia dan memasukkan dalam kurikulum tentang sumbangsih ilmuwah Muslim tersohor pada dunia Iptek. Pihak ilmuwan Barat pun sebenarnya banyak yang sudah mengakui kontribusi ilmuwan Muslim dalam peletakan dasar-dasar Iptek. Hal ini dapat kita baca disejumlah buku, ensikopedia ilmu dan hasil-hasil riset mereka. Tetapi penghargaan di negeri Muslim itu sendiri belumlah tampak terutama dibidang pendidikan yang kurikulumnya tidak didekatkan dan diilhami oleh kejayaan Iptek dunia Islam masa lalu.</p> <p style="text-align: justify;"> Hal yang menarik untuk dibahas disini adalah bahwa ternyata masa kecil para ilmuwan tersebut diatas tidak bisa dilepaskan dari pemahaman tentang keagamaan. Pada usia Balita mereka sudah terbiasa dan dibiasakan dengan ayat-ayat suci al Quran bahkan banyak dari mereka yang hafal al Quran semasa kecil. Pemahaman mereka terhadap bahasa Arab dan ketekunan mendalami ajaran Islam yang bersumber dari al Quran dan Hadist membuat mereka bersemangat untuk lebih meneliti obyek-obyek yang menjadi minat dan kajiannya. Bisa jadi dan merupakan suatu keniscayaan bahwa kompetensi naqliyyah para ilmuwan itu membimbing daya aqliyyah dan emosi mereka dalam mewujudkan karya spektakuler.</p> <p style="text-align: justify;"> Rata-rata dari para ilmuwan Islam memulai kajian ilmu setelah mendekati (dalam arti mempelajari) ayat-ayat qawliyyah dan kemudian diteruskan dengan melakukan uji coba, riset dan penyelidikan mendalam untuk memahami lebih lanjut ayat-ayat kauniyyah. Perpaduan pemahaman kedua ayat (qawliiyah dan kauniyyah) ini membawa mereka pada keunggulan unjuk kerja optimal yang menghasilkan karya-karya agung dan mendasar. Ini mungkin bisa disebut berkah yang diberikan Allah disebabkan kecintaan mereka dalam mempelajari tanda-tanda kekuasaan Allah baik yang bersifat qawliyyah dan kauniyyah serta merupakan perpaduan kedua kekuatan yang ada dalam aqilyyah dan naqliyyah (ada keseimbangan antara akal dan nash agama). Hikmah yang diperoleh dari kegiatan memahami Islam yang dimulai dengan mempelajari Al Quran semenjak usia dini merupakan kata-kata kunci terpenting bagi tumbuh-kembangnya ilmu pengetahuan di dunia ini oleh ilmuwan Muslim. Wallahu a'lam.</p> <p style="text-align: justify;"> *) Penulis, Pemerhati Pendidikan Islam</p> </div> <p></p>