HIBUR PENONTON: Salah satu grup kesenian pengisi Pekan Budaya Peringatan Hari Sumpah Pemuda 2016 melakukan atraksi pecut di hadapan penonton yang memadati Lapangan Desa Kesongo, Tuntang, Kabupaten Semarang, Minggu (30/10). (suaramerdeka.com/Ranin Agung)
TUNTANG, suaramerdeka.com – Sebanyak 23 grup kesenian dari Tuntang dan sekitarnya, termasuk dari Kabupaten Temanggung dan Kota Salatiga unjuk kebolehan di hadapan warga. Selama tiga hari mulai dari, Jumat-Minggu (28-30/10), mereka tampil pada Pekan Budaya Peringatan Hari Sumpah Pemuda 2016 di Lapangan Desa Kesongo, Tuntang, Kabupaten Semarang.
Tidak hanya seni tradisional kuda lumping, peserta juga menyuguhkan teater, hingga tarian kolaborasi atraksi pecut dengan barongan. Ketua Pekan Budaya Peringatan Hari Sumpah Pemuda 2016, Deki Nofendra menuturkan, tema kegiatan kali ini adalah “Semangat Pemuda untuk Melestarikan Seni Budaya”.
“Ini baru gebrakan kali pertama, sekalian perayaan ulang tahun grup seni kuda lumping Turonggo Budoyo Putro yang pertama,” tutur Deki, Minggu (30/10) siang.
Bagi masyarakat Desa Kesongo, potensi beberapa seni tradisional memang terus dipelihara. Salah satunya dengan cara melibatkan warga usia produktif yang putus sekolah, belum punya pekerjaan, pemuda yang pendidikan kurang, dan warga usia produktif yang bermasalah untuk aktif latihan di sanggar seni setempat.
“Di Desa Kesongo hanya ada dua grup kesenian tradisional kuda lumping, yakni Turonggo Budoyo Putro dan Siswo Budoyo Jati. Pemuda di sini kami minta aktif, tiap Sabtu malam ada latihan,” imbuhnya.
Dari pantauan, diketahui bila kegiatan seni itu tertata melibatkan kepanitiaan. Masing-masing grup kesenian diberikan waktu untuk tampil bergantian, mulai siang hingga malam hari. Demikian halnya dengan penonton yang datang dari beberapa wilayah selain dari Kecamatan Tuntang, panitia sudah menyediakan stan makanan dan oleh-oleh khas, disamping cindramata melibatkan UMKM yang dikelola desa.
Salah satu penonton, Suparjan (40) warga Sidomukti, Kota Salatiga mengatakan, ia sengaja mengajak anaknya untuk menyaksikan pertunjukan kesenian tradisional.
“Menurut saya ini hiburan murah, anak-anak perlu dikenalkan agar tidak bergantung dengan permainan moderen di ponsel,” cetusnya.
(Ranin Agung/CN39/SM Network)