SURABAYA (BM) – Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jatim melibatkan kelompok seni budaya dalam upaya pencegahan terorisme. Komunitas seniman, sastrawan, hingga budayawan dianggap dapat menyampaikan pesan-pesan yang mudah dicerna masyarakat. Utamanya pesan tentang bahaya terorisme.
Ketua FKPT Jatim Sobar Isman mengatakan, para budayawan itu merupakan komponen penting untuk mencegah terorisme. Mereka dapat menyampaikan pesan yang mudah dicerna masyarakat. Baik dari berupa karya maupun ketika berkesenian. “Pesan-pesan pencegahan terorisme dapat disampaikan melalui Jula-Juli atau berupa karya sastra,” kata dia disela-sela dialog Pelibatan Komunitas Seni Budaya dalam Pencegahan Terorisme melalui FKPT Jatim, Kamis (16/3).
Dia menjelaskan, pelibatan komunitas seni budaya dalam pencegahan terorisme ini sudah dilakukan sejak tahun lalu. “Ini merupakan salah satu bentuk pendekatan lunak yang dilakukan FKPT Jatim,” tuturnya. Dengan begitu, paham-paham radikal yang berujung pada terorisme dapat dicegah melalui komunitas ini.
Dalam kesempatan itu, FKPT Jatim menghadirkan sastrawan Aan Masyur dan D. Zawawi Imron. Menurut Aan, membaca karya sastra dapat mempengaruhi pembacanya. Namun, diakuinya, pengaruh ini tidak serta merta hadir langsung usai membaca karya sastra. “Yang membaca karya sastra lebih bisa berimajinasi dan berpikir dalam kondisi yang ambigu,” ujarnya.
Kondisi tersebut, lanjut dia, tidak ditemukan pada orang yang tidak pernah membaca karya sastra.
Penulis puisi dalam film Ada Apa Dengan Cinta 2 ini mengungkapkan, kelompok mahasiswa jurusan humaniora jauh lebih tipis terasuki masalah terorisme dibanding kelompok lain. “Ini karena jurusan humaniora memiliki kognitif yang lebih terbuka dibanding lain,” jelasnya. Sedangka pemilik kognitif tertutup, lebih mudah menerima paham-paham terorisme.
Untuk itu, dia menyarankan mulai saat ini menghidupkan kembali kelompok kesenian mulai tingkat pendidikan menengah. “Sekarang kan sudah jarang anak sekolah memiliki kelompok kesenian,” terangnya.
Sementara itu, Zawawi Imron mengungkapkan, dalam sastra diperlukan bahasa. Namun, itu hanya bahasa terpilih. “Kata-kata itu memiliki ruh dan mampu menghidupkan kalbu pembacanya,” jelasnya.
Sekarang ini, karya sastra jangan ditinggalkan. Apalagi sastra mampu mengoreksi keadaan yang tidak bagus.
"Karena kita semuannya ini sama-sama putra Indonesia, sama-sama manusia. Jadi alangkah indahnya kalau kita menimba kelumbutan akhlak mulia itu dari karya-karya sastra," kata penyair yang dijuluki Celurit Emas ini.
Dia mengatakan paling tidak sudah dilakukan upaya pencegahan dari awal. Dirinya sependapat dengan apa yang diutarakan sastrawan mudaAan Mansyur, yang mengatakan anak-anak sastra akan mencintai bangsa tapi dengan cara lain. "Inti dari sastra itu ingin mengembalikan manusia kepada ruh kemanusiaannya yang sejati," pungkasnya. (sdp/nii)