Bicara dunia kesusastraan di Lampung, pasti tidak terlepas dari Isbedy Stiawan ZS. Sastrawan produktif ini memang salah satu nama yang mengangkat Lampung di peta sastra Indonesia dan internasional.
Menulis sejak akhir 1970an, Isbedy tampil sebagai sosok yang menjulang di bidangnya. Di Tanah Krakatau itu Isbedy ditahbiskan sebagai orang yang 'sangat disegani' di olah sastra, sehingga dijuluki Paus Sastra Lampung. Hal merujuk pada kritikus sastra paling andal di negeri ini, HB Jassin yang didapuk sebagai Paus Sastra Indonesia.
Kepiawaiannya menulis dibuktikan lelaki kelahiran Tanjungkarang, Lampung, 5 Juni 1958, ini. Dengan menulis puisi, cerita pendek, dan esai yang dipublikasikan di berbagai media Jakarta dan daerah.
Sekitar 20 judul buku puisi dan cerpen terbit secara tunggal dan banyak lagi dalam antologi bersama. Pernah memenangkan Sayembara Buku Puisi Hari Puisi Indonesia (HPI) 2014 dan juara 1 Lomba Sail Pusi Cimanuk 2016. Buku puisi terbarunya "Melipat Petang ke Dalam Kain Ibu", "November Musim Dingin", dan "Kita Hanya Pohon".
Muara dari segala kecintaan dan ketekunannya di sastra membuahkan sebuah penghargaan lain yang sangat mengharukan, yakni Lamban Sastra Isbedy. Hal yang patut ditiru di banyak daerah lainnya dalam rangka menghargai kebudayaan dan bagian dari pemberdayaan masyarakat.
Lamban (bahasa Lampung: rumah) Sastra, menurut Isbedy, hampir sama dengan Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin, Jakarta. Atau Rumah Puisi Taufiq Ismail di Padang, Sumatera Barat; bisa juga lebih mudahnya dengan Rumah Seni Asrizal Nur, Depok. Soal dicantumkannya namanya di belakang Lamban Sastra, dengan merendah Isbedy mengaku karenaa kawan-kawan sastranya di Lampung merasa ia adalah senior.
Nama Lamban Sastra Isbedy pertama kali dicetuskan Endri Kalianda dalam diskusi santai di Komunitas Gedung Meneng. Kemudian, didukung anggota DPRD Lampung, Ali Imron, dan Ikhsan Aura, owner penerbit di Lampung.
Koran Radar Lampung lalu membangun opini. Lebih dari 100 orang yang setuju dan berkomentar. Gagasan ini di-support Wakil Gubernur Lampung, Bachtiar Basri, dengan mendanai kontrakan rumah.
Lamban Sastra Isbedy ini disiapkan menjadi yayasan. Meski rumah sastra, yang terlibat dan beraktivitas mencakup seluruh bidang seni. Bahkan, aktivis, politisi, juga jurnalis kerap berkumpul di Lamban Sastra ini. (diy)
(MP/man)