Sutradara Hanung Bramantyo (kiri) bersama penulis komik Gundala, Harya Suraminata (kedua kiri), budayawan Arswendo Atmowiloto (kedua kanan) dan Executive Produser Mahaka Pictures Erick Tohir (kanan) saat menghadiri diskusi Film Gundala Putra Petir di Gedun |
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Budayawan Arswendo Atmowiloto memuji langkah Mahaka Pictures mengangkat kisah pahlawan super Indonesia, 'Gundala' ke layar lebar. Tidak banyak pihak yang mau mengangkat budaya lokal ke dalam film.
"Pernah ada satu atau dua kali yang mengadaptasi budaya lokal, tapi nggak jalan. Istilahnya tidak sukses di masyarakatnya," kata Arswendo Atmowiloto usai jumpa pers persiapan film "Gundala Putra Petir", Ahad (21/9), di Jakarta.
Ia memandang penggarapan adaptasi budaya pahlawan super lokal yang dilakukan Mahaka Pictures bersama Hanung Bramantyo selaku sutradara dapat jadi momentum membangunkan tradisi Indonesia yang tertidur.
“Jarang sekali budaya ataupun cerita superhero lokal yang diangkat ke layar lebar. Tradisi kita agak susah, ya baru sekarang ini bisa," ujarnya.
Perihal penempatan tokoh Gundala yang akan dibalut dalam situasi dan kondisi kekinian ia tidak melihatnya sebagai masalah. Meski terdapat rentan waktu yang lama antara zaman keemasan Gundala (tahun 1960-1980-an) hingga ke saat ini.
“Selalu banyak yang bilang masalahnya begitu. Karena cerita lama atau apa. Kan film bisa dikemas dengan lebih menarik, banyak yang bisa dirubah mulai dari waktu, lokasi juga adegan,” ujar Arswendo yakin.
Salah satu yang menarik, kata dia, tokoh Gundala yang diciptakan oleh Hasmi memiliki rasa humor yang cukup tinggi.
"Jadi bisa aja nanti kita akan lihat ada Wiro Sableng dan tokoh-tokoh lainnya dalam film. Karena memang filmnya seperti itu," kata dia.
Film 'Gundala' rencananya tayang tahun 2016 mendatang.