Festival film internasional Berlinale di Berlin, Jerman |
REPUBLIKA.CO.ID, LONDON - Film Indonesia berhasil mencuri perhatian publik internasional di Jerman dan menjadi perbincangkan dalam Festival Film Internasional di Berlin atau lebih kerap disebut Berlinale 2012.
Walaupun belum berhasil membawa pulang piala beruang emas dan perak, dua film Indonesia telah Diperhitungkan dalam Berlinale 2012. Demikian dikatakan Sekretaris Tiga KBRI Berlin, Purno Widodo, Selasa (21/2).
Film berjudul "Postcard from the Zoo" karya sineas muda Indonesia Edwin berhasil menembus kategori paling bergengsi di Berlinale yaitu Kategori Kompetisi setelah 49 tahun lamanya absen.
Film pertama Indonesia yang berhasil lolos dalam kategori tersebut adalah film berjudul "Badai Selatan" garapan Sofia WD produksi tahun 1962.
"Postcard from the Zoo "bertutur mengenai seorang gadis bernama Lana yang ditinggalkan oleh ayahnya di Kebun Binatang di Jakarta. Lana tumbuh bersama binatang-binatang seperti kuda nil, macan dan juga jerapah yang menjadi binatang sentralnya.
Lana sangat menikmati kehidupannya di kebun binatang tersebut hingga pada suatu ketika keadaan memaksanya untuk keluar dari kebun binatang dan harus berinteraksi di kehidupan yang sebenarnya yang ternyata tidak membahagiakannya sehingga membuatnya kembali ke Kebun Binatang.
Film ini banyak mendapat sorotan dari media masa maupun kritikus film internasional. The Hollywood Reporter menuliskan film ini sebagai film naratif eksperimental yang menawarkan safari yang menyenangkan walaupun beralur lambat.
Sang sutradara Edwin sebagai orang yang paling berpengaruh dalam film tersebut tidak menyangkal bahwa sebagian penonton akan diuji kesabarannya oleh berbagai realisme magis dari potongan idiosinkrasi dalam filmnya, walaupun dalam pembuatannya diakuinya tidak ada binatang yang disakiti.
Film Indonesia lain yang mencuri perhatian publik adalah karya Kamila Andini berjudul "The Mirror Never Lies "atau judul dalam bahasa Indonesia, "Laut Bercermin".
Gedung Haus der Kultur der Welt yang berkapasitas 1400 penonton terasa sesak oleh antrian penonton yang sebagian besar adalah anak-anak. Film ini memang masuk dalam katagori Generation yang ditujukan untuk anak-anak.
Film yang didanai Pemkab Wakatobi dan WWF ini mengisahkan tentang seorang anak perempuan yang menunggu ayahnya yang tak kunjung pulang dari mencari ikan di laut. Tidak seperti yang diyakini orang-orang disekitarnya, sang anak bernama Pakis tersebut percaya bahwa ayahnya masih hidup dan akan segera pulang.
Selain berisi dengan konflik batin sang anak menghadapi ibu serta lingkungannya, film ini sarat dengan pesan perlindungan terhadap alam. Selain itu film ini juga secara nyata memaparkan surga laut Wakatobi.
Satu hal yang unik dalam Berlinale adalah banyaknya tema kontroversial yang diangkat seperti kebebasan, konflik, hak asasi, lingkungan, kemiskinan, dan kaum minoritas, bukan hanya permasalahan cinta. Satu film Indonesia yang masuk dalam kategori Panorama juga mengusung tema minoritas.
Film berjudul "Children of Srikandi" karya bersama sineas Indonesia dan Jerman sempat dijagokan dalam kategori Panorama tersebut. Film ini mengisahkan kehidupan lesbian di berbagai kota-kota besar di Indonesia.
Hadirnya film Indonesia terutama dalam kategori paling bergengsi di Berlinale 2012 tentu saja membawa arti tersendiri bagi Sineas Indonesia.
Setelah menanti selama 49 tahun, sudah saatnya sineas Indonesia dapat tampil di karpet merah salah satu festival film dunia yang paling bergengsi. Hal ini diharapkan akan semakin memicu sineas Indonesia untuk menghasilkan karya-karya imajinatif yang kreatif.