Lima mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) yang membuat inovasi biskuit bayi dari biji nangka dan kacang tunggak untuk menekan angka stunting. ANTARA/HO-UMM
FAJAR.CO.ID, MALANG -- Kelompok mahasiswa program studi Ilmu Teknologi Pangan (ITP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) melalui program kreativitas mahasiswa (PKM) membuat inovasi produk berupa biskuit bayi berbahan baku biji nangka dan kacang tunggak untuk menekan angka stunting.
Fakhri Ahmad Wafi, salah satu anggota tim mengatakan masalah utama dari stunting ini adalah kekurangan asupan gizi, termasuk kekurangan protein dan kalori.
“Dari banyaknya penelitian yang ada, biji nangka memiliki kandungan karbohidrat. Demikian juga dengan kacang tunggak yang memiliki kandungan protein cukup tinggi, yaitu 24,4 persen. Kedua bahan itu disubstitusi menjadi tepung, kemudian kami olah menjadi biskuit,” kata Fakhri dalam rilis yang diterima di Malang, Jawa Timur, Rabu.
Fakhri menambahkan pemilihan biji nangka ini bukan tanpa sebab. Ia bersama timnya melihat masih banyak limbah biji nangka yang terbuang sia-sia.
Fakhri menyampaikan target stunting dari timnya merupakan bayi di Indonesia yang berumur 0-6 bulan dan 6-12 bulan yang memasuki MPASI (Makanan Pendamping ASI).
“Karena fokus kami ke bayi, produk yang kami buat berupa biskuit sebagai makanan pendamping asi. Biskuit ini juga bisa diolah menjadi bubur. Selain itu, biskuit ini bisa menjadi makanan sekaligus sebagai mainan untuk merangsang motorik pada bayi atau anak-anak. Alhamdulillah, PKM-RE yang sedang kami buat mendapat pendanaan dari Kemendikbudristek,” kata Fakhri.
Lebih lanjut, mahasiswa asal Surabaya itu menjelaskan tepung biji nangka dan kacang tunggak yang sudah diolah menjadi biskuit, kemudian diuji kadar proksimat untuk mengidentifikasi kandungan nutrisi, seperti protein, karbohidrat, lemak, dan seratnya. Selain itu, juga dilakukan pengujian organoleptik, dan terakhir diujikan pada bayi dan ibu yang sedang hamil.
“Semoga produk yang kami buat dari PKM-RE ini bisa membantu menurunkan prevalensi stunting di Indonesia, sehingga dapat menciptakan dan melahirkan generasi bangsa yang sehat dari bayi dan ibu yang sehat,” katanya.
Berdasarkan hasil survei status gizi Indonesia (SSGI) yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI, prevalensi stunting di Indonesia terus menurun di angka 21,6 persen di tahun 2022. Penurunan angka stunting di Indonesia adalah kabar baik, tapi belum berarti sudah bisa membuat tenang. Karena, bila merujuk pada standar WHO terkait prevalensi stunting harus di angka kurang dari 20 persen.
Pengembangan produk biskuit bayi ini juga melibatkan anggota tim lainnya, yakni Herlina Diah Ayu Rosita, Zurotun Nasifah, Audina Aura Sarie dan Wahyu Amalia.
Kelompok mahasiswa teknologi pangan ini juga mendapatkan dukungan dan bimbingan dari dosen Ilmu Teknologi Pangan (ITP) UMM, Prof. Dr. Ir. Hj. Noor Harini, MS. (antara/fajar)