Model pendidikan yang tidak membeda-bedakan golongan menjadi mimpi bagi semua orang. Hal inilah yang jadi fokus isu yang diangkat dalam Seminar Pendidikan Inklusif yang digelar Fakultas Psikologi UMM dan Laboratorium Psikologi Terapan Psikologi Individu Berkebutuhan Khusus (LPT PIBK) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Sabtu (7/12). Menghadirkan chairman the Mind Research Foundation, Rtn. MPHF. Ayyapparaj M.
“Sebenarnya ada beberapa strategi pengajaran dan perangkat pendukung compensatory yang sudah dilakukan untuk penyandang disabilitas di India. Di antaranya furniture yang disesuaikan, kursi roda, menghilangkan penghalang struktur bangunan, serta penyediaan standing frame,” ujar Rtn. MPHF. Ayyapparaj M., saat menjelaskan Seminar bertajuk Pendidikan Inklusi bagi Pelajar dengan Disabilitas.
Adapun bagi penyandang tunanetra, sambung Ayyapparaj, disediakan buku yang menerapkan huruf Braille, tongkat mobilitas (tongkat yang biasa digunakan untuk tunanetra), penyediaan alat bantu audio dan rekaman. “Tak kalah penting, mereka juga diajarkan bentuk, ukuran, ketebalan, berat, dan lainnya. Yang dekat dengan pengalaman nyata melalui sentuhan, indra penciuman dan pedengaran pada sebuah objek,” katanya.
Baca juga: Perpustakaan UMM Pertahankan Akreditasi A
“Tak hanya itu saja, guru biasanya lebih menggunakan pendekatan verbal. Buku dilengkapi dengan alat bantu bicara dan kalkulator. Membuat mereka terbiasa dengan arah, misalkan berhitung tentang berapa langkah kaki dari tempat tidur ke jendela, berapa langkah kaki menuju pintu, dan lainnya. Serta memberikan isyarat pendengaran saat melakukan permainan dan olahraga,” ujarnya di hadapan para tenaga pendidik.
“Sedangkan kita di sini tahu bahwa di Indonesia ada beberapa sistem pendidikan yakni Segregasi, Inklusi dan Integrasi. Kalau pendidikan Segregasi, sekolah memisahkan antara anak berkebutuhan khusus dengan anak reguler, dan kalau di Inklusi kita bisa memaknai pendidikan bahwa setiap anak bisa masuk ke dalamnya,” jelas M. Salis Yuniardi, S.Psi., M.Psi., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Psikologi UMM.
Untuk pendidikan Intergrasi, lanjut Salis, anak-anak berkebutuhan khusus dengan anak biasa digabung. Tetapi, dikelompokkan pada unit atau kelas khusus. Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. “Melalui Seminar Pendidikan Inklusi ini menjadi penambah wawasan, bagi peserta yang datang. Karena mayoritas peserta kita dari sekolah-sekolah,” ungkap Salis. (riz/can)