Bedah Buku ditulis oleh Staf Khusus Rektor Bidang Kerjasama Internasional Universitas Muhammadiyah malang (UMM), Dr. Hc. Drs. Priyo Iswanto, S.Hum., M.H. (Foto: Istimewa). |
Menjadi seorang Diplomat adalah impian bagi beberapa kalangan muda, namun sayangnya saat ini banyak anak muda yang bercita-cita tinggi tetapi tidak mengetahui cara untuk mendapatkan dan proses yang akan dialami selama menjadi Diplomat. Hal itu ditegaskan Dubes Republik Indonesia Negara Tunisia tahun 2017-2021, Prof. (Ris) Ikrar Nusa Bhakti, Ph.D dalam bedah buku yang berjudul “Diplomasi Tiga Zaman”.
Adapun buku itu ditulis oleh Staf Khusus Rektor Bidang Kerjasama Internasional Universitas Muhammadiyah malang (UMM), Dr. Hc. Drs. Priyo Iswanto, S.Hum., M.H. Sebelumnya, Priyo merupakan Duta Besar Indonesia untuk Kolombia. Kiprahnya juga sangat cemerlang dengan menadapat berbagai penghargaan, salah satunya mendapatkan penghargaan Carlos Lemos Simmonds.
Baca juga : APTIKOM di UMM: Sertifikasi Profesi untuk Memajukan Bangsa
Dalam bedah buku yang diselenggarakan pada 9 Desember lalu itu, Ikrar mengatakan bahwa buku yang ditulis Priyo sudah tersusun secara sistematis dan mengarahkan kalangan muda untuk beradaptasi pada pekerjaaan di era tiga zaman ini. Menurutnya, lahirnya buku ini memberikan manfaat yang menarik, utamanya dalam membantu setiap generasi untuk melek dalam berbagai permasalahan serta menemukan cara mengatasi masalah dengan kerangka berpikir yang cerdas.
“Dari buku ini, bisa dilihat bahwa proses berdiplomasi bukanlah hal yang instan. Menjadi Dubes mempunyai tanggung jawab yang besar. Ada 18 topik menarik, salah satunya Perestroika dan Gasnus merupakan salah satu pergerakan yang menarik dalam pembahasan buku ini yang terinspirasi dari Presiden Soeharto. Dibahas melalui kisah nyata seorang Priyo dalam buku ini,” ujarnya.
Menurutnya, buku ini mempunyai keunggulan dan karakteristik yang menarik karena up to date dan dibahasakan menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Sehingga pembaca dapat dengan mudah mengerti isi pembahasannya dan mengajak berpikir lebih kreatif.
Baca juga : Dosen UMM: Hati-hati, Keluarga Tak Harmonis Cenderung Lahirkan Pribadi Pembully
“Mengajak pembaca untuk bisa merasakan apa yang mereka baca adalah sebuah kata yang cocok untuk buku ini. Ditulis berdasarkan pengalaman dan hasil diskusi kehidupan bersama orang-orang hebat menjadikan isi buku ini sangat kaya akan pengalaman mahal. Priyo banyak menceritakan pahit manis kehidupan menjadi Dubes dan Diplomat, salah satunya ketika ia di culik supir taksi yang iseng,” katanya.
Sementara itu, Priyo menjelaskan bahwa ia membutuhkan waktu lebih dari setahun untuk merampungkan buku tersebut. Ada alasan mengapa buku itu diberi judul Diplomasi Tiga Zaman yakni isinya yang membahas mengenai pengalaman Priyo dalam tiga zaman besar. Dimulai dengan era bipolar di mana terjadi eprang dingin antara timur dan barat. Kemudian era kedua, yakni unipolar yang menurutnya mengarahkan pada globalisasi. Terakhir, pada era ketiga yakni era multipolar di mana Amerika Serikat mulai mengendur dan memunculkan peran Cina, Brazil, Indonesia, dan lain-lain.
“Selama 36 tahun menjalani karir menjadi diplomat, ada berbaai pengalaman unik yang saya alami. Semoga buku ini bisa memberikan definisi diplomasi baru yang mungkin menarik bagi masyarakat, mahasiswa, atau akademisi hubungan internasional,” pungkasnya. (ri/wil)