Beragam tokoh agama dan budayawan hadir dalam Sarahsehan Kebangsaan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) (Foto : Lintang Humas) |
Beragam tokoh agama dan budayawan hadir dalam Sarahsehan Kebangsaan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), 28 Oktober ini. Tiga di antaranya juga berkesempatan untuk membagikan perspektif dan pandangannya, termasuk mengenai perdamaian dan merawat kebhinnekaan. Mereka adalah Sekretaris Jenderal Forum Komunikasi antar Umat Beragama (FKAUB) Malang Raya Pendeta David Tobing, Ketua PHDI Malang Istianah, hingga dosen UMM Pradana Boy yang juga menjadi Duta Internasional Dialog antar Agama.
Dalam penjelasannya, Pendeta David Tobing menyinggung mengenai pentingnya komunikasi, diskusi, serta dialog antar umat beragama. Ia juga menyampaikan perspektif dan peran umat Kristen dalam mewujudkan perdamaian dan persatuan di Indonesia. Dalam agama Kristen, perdamaian dan persatuan adalah kedua hal yang mutlak dan harus terwujud dalam kehidupan. Seperti dalam Matius 5:9 yang berbunyi ‘Berbahagialah orang yg membawa damai, karena mereka akan disebut anak anak Allah’.
Baca juga : Peringati Sumpah Pemuda, UMM Tunjukkan Cara Merawat Merah Putih
“Kerukunan antar umat beragama harus diwujudkan secara aktif dengan membangun komunikasi yang baik. Salah satunya terwujud dalam program FKAUB Barikan Anak Nusantara yang dimeriahkan oleh anank-anak dengan latar belakang agama, budaya, dan kepercayaan yang berbeda. Dengan menanamkan jiwa perdamaian dan persatuan dalam diri anak-anak bangsa serta masyarakat antar umat beragama, saya yakin keberagaman agama akan mewujudkan perdamaian dan persatuan di Nusantara,” tambahnya.
Adapun Sarasehan ini menjadi rangkaian kegiatan rutin dari Festival Kebangsaan yang dilaksanakan setiap tahun oleh UMM. Dimulai pada setiap awal Oktober bertepatan dengan Sumpah Pemuda dan akan terus melibatkan para tokoh lintas agama dari berbagai daerah.
Di sisi lain, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Istianah menyoroti persepsi perdamaian dan persatuan dari sudut pandang agama Hindu. Ia menekankan kiblat lima keyakinan agama hindu yang disebut ‘Panca Sradha’. Perempuan yang akrab disapa Ratih itu juga menandasakan pentingnya keharmonisan dalam mencapai kehidupan persaudaraan yang tenteram dan damai. Menurutnya, keragaman suku, ras, agama, dan budaya tak menjadi penghalang kita dalam mewujudkan ‘Hidup Rukun’ di Nusantara.
“Segala bentuk bakti yang kita lakukan dengan cara kita masing-masing adalah untuk berbakti pada Tuhan yang Maha Esa. Sesama saudara patutnya kita junjung tinggi nilai moral asah, asih, asuh. Sehingga, tertanam juga dalam diri kita nilai ‘Tat Twam Asi’ yang maknanya aku adalah kamu dan kamu adalah aku,” sambungnya.
Baca juga : Peduli Lansia, Mahasiswa UMM Ciptakan Closet Duduk Hidrolik
Hal selaras juga dijelaskan Pradana Boy. Ia fokus membahas terkait fragmentasi fenomena yang sedang terjadi serta kondisi dunia saat ini. Beberapa faktor yang menyebabkannya adalah ekonomi global, geopolitik, perang, perubahan iklim, disrupsi, dan identitas. Menariknya, Ia menyoroti pentingnya juga memaknai sisi sejarah Indonesia sebagai suatu bangsa atau negara dari awal masa hinduisme-budhisme, masa kesultanan Islam, masa kemerdekaan, hingga masa bangsa-negara. Menurutnya, makna sebenarnya dari sintesis kebhinekaan adalah ketergantungan satu sama lain antara manusia.
“Perpecahan ada karena sebagian orang tidak begitu paham akan pentingnya sejarah dalam mewujudkan perdamaian dan persatuan dunia. Fenomena krisis antar umat beragama yang terjadi bukanlah masalah agamanya, tetapi orang orang yang mempraktekan agamanya. Tentu, perdamaian dapat kita wujudkan di antara perbedaan. Meskipun agama kita berbeda, tetapi muara agama kita sama yaitu kebajikan,” pungkasnya. (din/wil)