Foto Ilustrasi |
Pekerjaan adalah bagian penting dari kehidupan manusia untuk mencari nafkah dan eksistensi diri. Namun tak dapat dipungkiri bahwa terkadang rasa bosan datang menghampiri. Jika tidak diatasi, hal ini akan memberikan dampak negatif bagi karyawan atau individu yang bersangkutan maupun perusahaan. Dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Devina Andriany, M.Psi. menyampaikan sebelum mencari tahu cara mengatasi kebosanan, perlu ditekankan bahwasanya kebosanan berbeda dari burnout.
“Kebosanan terjadi ketika tugas-tugas pekerjaan kurang menantang, sedangkan burnout terjadi karena stres kronis terkait pekerjaan. Tanda-tanda awal burnout meliputi kelelahan ekstrem, hilangnya motivasi, serta munculnya berbagai gejala fisik,” jelasnya.
Baca juga : UMM Komitmen Penuh Capai SDGs dan Lingkungan Kampus Hijau
Devina melanjutkan, karena berbeda, strategi mengatasi dua kondisi tersebut juga berbeda. Untuk mengatasi kebosanan, diperlukan penambahan tugas yang lebih menantang, sedangkan untuk mengatasi burnout, manajemen stres dan self-care adalah kunci.
“Positifnya, kebosanan dapat menjadi motivasi bagi karyawan untuk membuat perubahan pada pekerjaan mereka. Mencoba menyelaraskan minat pribadi dengan pekerjaan, mencari tantangan baru, atau mengembangkan keterampilan baru," tambah Devina.
Untuk mengatasi kebosanan, dosen Devina menambahkan ada beberapa strategi yang dapat dilakukan yaitu menerapkan mindfulness untuk fokus pada tugas. “Selain itu, menetapkan tujuan yang jelas sehingga meningkatkan semangat dalam melakukan sesuatu. Hal lain yang bisa dilakukan yakni mencoba hobi di luar pekerjaan yang menyenangkan. Terakhir, bisa juga dengan merayakan keberhasilan kecil untuk mengatasi fenomena kebosanan,” urainya menjelaskan.
Baca juga : Target Tingkatkan Benih Kentang Berkualitas, UMM Potato Seeds Latih Petani Probolinggo
Di akhir, Devina menyampaikan dalam mengatasi kebosanan serta burnout, karyawan dan organisasi harus bekerja sama. Jadi, yang melakukan antisipasi dan solusi bukan hanya karyawannya saja, tapi juga organisasi atau perusahaannya. Ini termasuk meningkatkan kesadaran terhadap tanda-tanda awal hal ini muncul, mengelola beban kerja, dan menciptakan lingkungan kerja yang positif. “Dengan demikian, kebahagiaan dan produktivitas karyawan dapat terjaga. Ketika produktivitas meningkat, bukan hanya individu yang diuntungkan. Organisasi atau perusahaan yang menaungij uga mendapat keuntungan tersebut,” kata Devina mengakhiri. (*azmi/wil)