Indria Nur, dosen Pendidikan Agama Islam di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sorong. (Foto: Humas UMM) |
BERBEKAL penelitian tentang bagaimana transmisi pendidikan Agama Islam (PAI) dari sudut pandang budaya lokal yang ada di Pulau Misool, Raja Ampat, Papua Barat, Indria Nur berhasil meraih gelar doktor dengan predikat summa cum laude di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Berkat penelitiannya ini juga, pada gelaran Wisuda ke-97 Periode III Tahun 2020, dosen Pendidikan Agama Islam di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sorong ini menjadi lulusan terbaik jenjang doktoral dengan IPK 3,90.
Indria memandang bahwa transmisi merupakan salah satu cara untuk mempertahankan keberlangsungan sebuah pendidikan dan kebudayaan. Tidak hanya bentuk budaya, melainkan juga nilai-nilai moral yang terkandung di dalamnya. Pulau Misool yang merupakan salah satu dari empat kepulauan besar di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, warganya mayoritas Muslim. Jumlahnya mencapai kurang lebih 9000 jiwa.
“Kehidupan beragama masyarakat Misool masih sangat kental dengan corak tradisional. Pun demikian dengan pemahaman leluhur yang bernuansa tarekat dan mistis. Beberapa fenomena yang ada di kampung-kampung di pulau Misool tentang bagaimana kepengurusan masjid dan kegiatan keislaman lainnya yang masih selaras dengan kearifan lokal,” ungkapnya.
Tak hanya itu, pendidikan di Misool juga tak lepas peranannya dari tradisi budaya lokal dan Islam yang terdapat di Misool. Melalui pendidikan juga transmisi berbagai macam budaya dan nilai-nilai terjadi, yaitu nilai-nilai luhur dan nilai-nilai budaya Islam yang tetap berpegang teguh pada Al-Qur‘an dan Sunnah Rasul serta kearifan lokal.
Fenomena inilah yang membuat Indria Nur, mahasiswa Program Doktor Pendidikan Agama Islam untuk mengangkatnya dalam sebuah buku pengembangan disertasinya yang berjudul “Islam Misool Raja Ampat: Pendidikan Agama Islam dalam Bingkai Budaya Lokal”.
Baca juga: 86 Mahasiswa Psikologi Ikuti Program Transfer Kredit di Asia University-Taiwan
Indria memfokuskan penelitiannya untuk mendeskripsikan dan memahami bentuk budaya lokal sebagai media transmisi ajaran Islam. Juga memahami proses transmisi ajaran Islam melalui budaya lokal di pulau Misool Raja Ampat dengan berdasarkan pada data penelitian kualitiatif etnografi, yang didasari atas beberapa alasan, makna dari suatu tindakan. Juga strategi yang dilakukan dalam kehidupan sosial agar dapat memahami bagaimana transmisi pendidikan Agama Islam yang ada di sana.
Indria menemukan bahwa ada beberapa tradisi Islam di kampung Fafanlap Pulau Misool berupa bentuk Nilai-Nilai Atnelevo (Persaudaraan) dan Fatanon (Kekeluargaan). Di kampung ini juga ada penggunaan simbol kain putih yang selalu ditemukan pada setiap proses ritual. Baik saat Pernikahan, Aqiqah, Zikir Maulud, Baca doa Ari dan Hadiyat serta bentuk-bentuk ritualnya yang secara turun-temurun mereka laksanakan dengan alasan itu sudah menjadi ajaran dari orang tua mereka.
Selain itu ada beberapa cara yang masyarakat lakukan agar tetap mempertahankan tradisinya. Juga mewariskan nilai-nilai Islam melalui budaya lokal seperti menghormati leluhur atau nenek moyang. Ini merupakan sikap dari masyarakat Misool dalam mempertahankan tradisi atau kearifan lokal yang masih ada sampai sekarang.
“Karena dengan menghormati leluhur atau nenek moyang, masyarakat Misool percaya bahwa hal tersebut dapat membuat masyarakatnya tetap melestarikan tradisi atau kearifan lokal yang dulu diajarkan oleh nenek moyangnya,” ujar Indria.
Hal ini nampak dengan begitu kuatnya mereka mempertahankan ajaran yang telah diwariskan dari turun temurun yaitu tradisi khutbah ṣalat Jumat dan khutbah hari raya dengan menggunakan teks Bahasa Arab. Ketika Hakim Syara’, di kampung-kampung lain sudah mulai melakukan perubahan. Dengan memberlakukan khutbah menggunakan Bahasa Melayu, namun tidak demikian adanya di Kampung Fafanlap.
Baca juga: Bisa Survive Kuliah Berkat Beasiswa dan Wirausaha
Ditinjau dari deskriptif-analitis yang dituliskan dalam disertasinya, Indria menuliskan temuan bahwasanya proses transmisi ajaran Islam pada budaya lokal melalui garis vertical orang tua dan garis oblique yaitu masyarakat dan keluarga lain. Di mana keluarga berfungsi sebagai tempat terjadinya sosialisasi nilai-nilai budaya yang terdapat dalam komunitas masyarakat serta sentral seluruh kehidupan sosial seorang anak, tempat dia dibesarkan, diasuh dan dididik tentang kebudayaannya dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Temuan lainnya di mana proses transmisi ajaran Islam pada budaya lokal terjadi melalui proses enkulturasi, sosialisasi dan internalisasi. Di mana orang tua dan keluarga merupakan lingkungan pertama yang mengenkulturasi, membudayakan dan mengenalkan nilai-nilai kebudayaan. Juga nilai ajaran Islam berupa nilai aqidah, ibadah dan akhlak yang tersirat dan tersurat dalam proses dan pelaksanaan ritual dan nilai-nilai budaya lokal sebagai bentuk proses pendidikan Islam.
Budaya itu yang menghantarkan kearifan lokal dan menjadi identitas masyarakat yang mewujudkan keharmonisan antara masyarakat dengan lingkungan hidup di sekitarnya. Akhirnya membentuk pribadi yang khas pada masyarakat Kampung Fafanlap di pulau Misool.
Di sisi lain, transmisi ajaran Islam juga melalui aktivitas ritual budaya lokal dan ritual keagamaan masyarakat melalui ritual-ritual budaya dan nilai kearifan lokal. Yaitu melalui bentuk ritual Kati Sasi, Kisi Kaleo, Top Kaleo dan Sop Kabom, Hadiyat makam Keramat, Ai Kauto, serta budaya yang identik dengan hari Islam diantaranya ritual Zikir Maulud, Tafu Kautun, Sop Ṣafar, Ritual Qurban dan Dabus serta nilai-nilai Fatanaon dan atnelevo.
“Oleh karena itu ritual budaya dan keagamaan yang ada pada masyarakat Misool menunjukkan harapan masyarakat untuk menjaga identitas kebudayaan mereka sebagai masyarakat yang religius,” pungkasnya. (*/can)