Ilustrasi Pertengkaran Berujung Perceraian Akibat Ekonomi (Foto : Istimewa) |
Tercatat, ada lebih dari 516.000 kasus perceraian di Indonesia dalam rentang 2022-2023. Dari jumlah tersebut, faktor ekonomi menjadi pemicu kedua setelah faktor perselisihan antar pasangan. Melihat fenomena tersebut, Eko Rizqi Purwo Widodo, MSW selaku dosen Kesejahteraan Sosial (Kesos) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menyampaikan pandangannya.
Perceraian menurutnya, memiliki kaitan yang sangat erat dengan kesehjahteraan sosial, terutama tentang anak yang pertumbuhannya tidak bisa jauh dari orang tua. Pertumbuhan anak dari segi psikologis bisa terpengaruh karena kasih sayang yang didapat kurang maksimal dari kedua orang tua. Banyak kasus di Indonesia yang ketika orang tua bercerai, maka anak akan dititipkan ke neneknya. Padahal cara didikan neneknya akan sangat berbeda dibandingkan dengan orang tuanya sendiri. “Hal tersebut bisa menjadikan anak terjerumus ke hal-hal negatif maupun salah dalam pergaulan,” tambahnya.
Baca juga : Prof. Nazaruddin Malik Resmi Pimpin UMM Periode 2024-2028 Mulai Hari ini
Eko melanjutkan, dari sisi pasangan, ada beberapa faktor yang akan terdampak jika suami istri bercerai yaitu ekonomi, psikologi, pendidikan, kesehatan, dan spiritual. Kelima faktor tersebut pasti akan dirasakan jika perceraian terjadi. “Psikologi tiap pasangan yang bercerai bisa terganggu, seperti depresi. Apalagi jika ditambah dengan keinginan mereka untuk menikah lagi. Pasti tidak akan mudah karena rasa traumatik terhadap pasangan yang sebelumnya,” tambahnya.
Ada beberapa solusi dari Eko untuk mencegah perceraian dalam rumah tangga. Pertama, adanya keterbukaan finansial kepada pasangan, meliputi gaji suami atau istri, hutang jika salah satu masih ada tanggungan yang harus dibayar, atau masalah keuangan lain. Kedua. mempunyai perencanaan keuangan untuk masa depan, contohnya ingin membeli rumah atau membangun rumah, membeli mobil, asuransi dan yang lain. Ketiga, berhemat atau tidak bersikap konsumtif, seperti tidak membeli yang diinginkan saja melainkan mendahulukan kebutuhan terlebih dahulu. Keempat, yakni ada upaya menabung.
“Terakhir, yakni mengurangi bermain media sosial. Kita tidak sadar bahwa hal itu bisa memicu sikap membandingkan kehidupan diri sendiri dengan orang lain. Hingga membuat diri merasa kurang dengan pemberian suami atau pasangan. Ini bisa menjadi penyebab munculnya cekcok karena permasalahan ekonomi,” tambahnya.
Baca juga : Minat Perikanan Anak Muda Rendah, Dosen UMM Beri Solusinya
Selain itu, akses teknologi juga dapat membuka ruang perselingkuhan, termasuk melalui media sosial. Maka dari itu, setiap pasangan harus bisa membatasi sendiri penggunaan media sosial agar tidak sampai merugikan. Di akhir, Eko berpesan, jika sepasang suami istri terbesit keinginan untuk bercerai apapun itu faktor pemicunya, sebaiknya berpikir panjang mengenai masa depan anak karena anak perlu menjadi prioritas dalam hal tersebut. (dit/wil)