Dosen Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). (Foto: Rizki Humas) |
Perbaikan dan pembangunan jalan menjadi bahasan di berbagai media sosial. Mulai dari jalanan yang rusak, hingga perbaikan dalam waktu semalam. Banyak yang bertanya, bagaimana membangun sebuah ruas jalan yang cocok dan awet? Begini penjelasan Dosen Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Ir. Alik Ansyori Alamsyah, M.T. Menurutnya, sebelum memperbaiki jalan, pemerintah harus melihat berbagai aspek. Misalnya saja lalu lintas harian rata-rata (LHR), daya dukung tanah, hingga beban repetisi dari jalan tersebut.
“Saya ambil contoh Lampung. Seperti yang kita lihat, kendaraan yang melintasi jalan di sana rata-rata adalah kendaraan berat, sehingga saya kira tidak bisa membangun ulang jalan dalam waktu yang cepat,” tegasnya.
Dalam prakteknya, perencanaan pembangunan jalan tidak bisa sesederhana itu. Pemerintah harus mengetahui beban repetisi jalan yang akan dibangun sebelum menentukan ketebalan jalan. Adapun beban repetsi adalah hitungan pengulanan beban per-harinya dari sebuah jalan.
Menurut Alik, jalan di Lampung tidak begitu cocok menggunakan fleksibel pavement, yaitu pengerasan dengan campuran aspal sebagai lapis permukaan tanah dan bahan berbutir sebagai pelapis bawah. Ia menyarankan agar pembangunan itu menggunakan rigid pavement (kekerasan kaku).
Baca juga: Hermawan Kartajaya, Pakar Marketing Internasional Apresiasi CoE UMM
“Berbeda dengan fleksibel pavement, rigid pavement menggunakan pelapis semen sebagai bahan pengikatnya dan pelat beton yang diletakkan di bagian bawah sebagai bahan alasnya. Jadi bentuknya seperti cor. Meski demikian, hal ini harus mempertimbangkan ketebalannya, berapa dan data lalu lintas kendaraan perharinya,” jelasnya.
Ia juga menyebut bahwa LHR memiliki peran penting untuk usia jalan yang dibangun. Biasanya umur rencana dari rigid pavement bisa bertahan hingga 20 tahun, berbeda dengan fleksibel pavement yang harus dirawat sekitar 3-4 tahun sekali.
Meski demikian, tiap pilihan jenis jalan memiliki kekurangan dan kelebihan. Kekurangan dari rigid pavement adalah modal awal yang cukup besar untuk membangun ruas jalan yang sedikit. Sementara itu, fleksibel pavement membutuhkan modal lebih kecil.
Baca juga: Songsong Indonesia Emas 2045, Mendag RI Sebut CoE UMM Terobosan Apik
“Pembangunan dengan jenis rigid pavement juga membutuhkan waktu yang tidak sebentar, tapi lebih awet. Saya rasa 3-4 bulan saja tidak akan selesai karena harus memperbaiki pondasinya. Artinya juga harus tahu daya dukung tanah terkait,” tambahnya.
Terakhir, Alik mengatakan bahwa perbaikan jalan trans bukan hanya tanggung jawab daerah, tapi juga ada campur tangan pemerintah pusat. Hal itu tak lepas dari kenyataan bahwa jalan trans adalah miliki negara, sehingga perawatan dan pembangunan juga harus dari negara secara langsung. (tri/wil)