Pinjaman online disebabkan oleh kebutuhan mendadak, kecanduan dan bahkan hedonisme (Foto : Kiki Humas). |
Belakangan, banyak kasus mencuat tentang tentang nasabah yang terlilit hutang pinjaman online (pinjol). Aep Saepuddin, S.E, MESy., dosen D3 Perbankan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menyampaikan, ada banyak alasan yang mendorong mereka unutk menjajal pinjol. Mulai dari kebutuhan mendadak, kecanduan dan bahkan hedonisme.
Aep mengatakan, dalam sudut pandang ekonomi, pinjam meminjam menjadi sah jika memenuhi syarat yang sudah di tentukan. Saat seseorang mengajukan pinjaman ke bank, di tahap awal biasanya bank akan melakukan analisis 5C (character, capacity, capital, collateral, dan condition) ke nasabahnya. Jika dirasa nasabah tidak memenuhi kriteria ini, maka bank berhak menolak ajuan pinjaman tersebut.
Baca juga : Gaet Sekolah Korea, Dosen UMM Terapkan Kurikulum Pancasila dan Al-Islam
Beda halnya dengan pinjaman online, sistem yang digunakan tidak melalui analisis panjang 5C sehingga tidak perlu memakan waktu yang lama. Uangpun segera cair dan masuk ke rekening peminjam. Inilah alasan mengapa banyak masyarakat khususnya anak muda menyukai pinjaman online.
"Kebanyakan kasus pinjol hari ini dilakukan oleh anak muda, alasannya beragam tapi intinya mereka tidak bisa mengontrol keuangan," kata pria yang akrab disapa Aep terebut.
Menurutnya, banyak anak muda hari ini tidak bisa menyesuaikan antara pemasukan dan pengeluaran keuangan. Padahal pola pikir keuangan sangat penting bagi kehidupan. Besar kecilnya penghasilan yang didapatkan sebetulnya hanya nominal, selebihnya merekalah yang wajib mengatur uang tersebut.
Lebih lanjut, Aep menyampaikan, seseorang bisa saja berada dalam kondisi terdesak dan mau tidak mau harus mengambil bantuan pinjaman. Pada keadaaan seperti ini, mereka harus waspada dan berhati-hati. Memastikan lembaga atau aplikasi sudah dijamin oleh otoritas jasa keuangan (OJK) dan berkomitmen untuk melunasi hutang tersebut dengan sungguh-sungguh.
Baca juga : Vokasi UMM Siapkan Kerjasama dengan Negara Jerman
“Jangan sampai kita meminjam uang untuk hal yang bersifat hedonisme saja. Lebih lebih kepada lembaga yang tidak bersertifikasi OJK karena dampak yang akan terasa sangatlah berbahaya. Di beberapa kasus bahkan ada peminjam yang stres dan mengakhiri hidup karena diteror oleh rentenir ilegal yang menagih hutang secara kasar,” ujarnya.
Ia juga sempat berpesan agar masyarakat yang mengambil pinjaman online untuk tetap waspada. Boleh-boleh saja asal tahu dan paham konsekuensi yang harus ditanggung. Begitupun tanggung jawab untuk melunasi hutangnya tepat waktu.
“Ditengah modernisasi seperti saat ini, pinjaman online itu memang bisa menjadi alternatif asalkan kita tau aplikasi yang kita gunakan sudah dilindung OJK. Penggunaan uang tersebut juga harus dipastikan untuk kebutuhan yang penting dan mendesak,” pungkasnya. (*rin/wil)