Dosen UMM: Prestasi Jeblok karena Sepak Bola Bukan Profesi Menjanjikan

Author : Humas | Rabu, 25 Mei 2022 06:51 WIB
Ketua Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Askot Malang sekaligus Dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Dr. Haris Thofly, SH. M.Hum. (Foto: Istimewa)

Gelaran SEA games 2022 cabang sepak bola baru saja berakhir. Sayangnya, tim nasional (timnas) Indonesia hanya menempati peringkat ketiga usai mengalahkan Malaysia. Hal itu menarik perhatian Ketua Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Askot Malang sekaligus Dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Dr. Haris Thofly, SH. M.Hum.

Menurutnya, raihan timnas di ajang tersebut belum maksimal. Maka perlu adanya evaluasi mendalam agar bisa mendapatkan prestasi yang lebih membanggakan. Apalagi Indonesia sudah lama tidak merasakan juara. Meski begitu, ia percaya bahwa Shin Tae Yong (STY) bisa membawa timnas ke jalur yang benar dan mampu berbicara banyak di kompetisi bergengsi. “Apalagi, STY kan sering memainkan pemain-pemain muda. Hal itu patut diapresiasi dalam rangka memunculkan bakat-bakat potensial yang bisa berkiprah di liga Eropa dan Asia,” tambahnya.

Haris, sapaan akrabnya mengatakan bahwa pada dasarnya sepak bola usia dini Indonesia cukup membanggakan. Namun, masalahnya terletak pada proses junior ke senior. Banyak aspek yang melatarbelakangi fenomena layunya performa para pemain. Salah satunya yakni profesi sepak bola Indonesia yang belum menjanjikan untuk dijadikan mata pencaharian sehari-hari.

“Sepak bola di Indonesia memang masih belum 100% menjadi profesi yang menjanjikan dalam menyambung kehidupan. Terlebih sepak bola di Indonesia masih dalam proses menjadi sebuah industri,” ujar Pembina UKM Sepak Bola UMM itu.

Menurutnya, ada banyak tantangan yang harus dihadapi untuk membina sepak bola usia muda. Lebih lanjut, salah satu cara melatih anak -anak adalah dengan sering diajak mengikuti turnamen, terutama turnamen resmi, Karena hal itu mampu mengasah mentalitas dan teknik. “Bagi saya, yang terpenting anak usia muda minimal harus 25 kali bertanding dalam turnamen resmi” terang Dosen FH UMM itu.

Lebih lanjut, ia menilai bahwa pembinaan usia muda cukup berat. Oleh sebab itu, untuk menanganinya diperlukan pelatih yang sudah memiliki lisensi tinggi, bukan yang berlisensi rendah. Bahkan hal itu sudah diterapkan sepak bola eropa sejak lama. Baginya, dasar-dasar sepak bola harus dilakukan dan diterapkan secara benar dengan pelatih yang sudah terbukti secara akademik. Utamanya sejak usia dini.

Selain itu, juga bisa melakukan kolaborasi institusi pendidikan, mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga perguruan tinggi. Tujuannya adalah jika di tempat belajar mereka mendapatkan prasarana yang memadai, maka akan mudah untuk menemukai pemain andal. 

Di samping itu, Indonesia juga harus mampu membuat kompetisi profesional yang baik. Hal itu akan berefek pada bagusnya fisik, mental, teknik dan psikis pemain muda. Lebih lanjut, PSSI seharusnya melahirkan kompetisi dari seluruh kategori usia muda.

“Tanpa adanya kompetisi bagus, tak akan ada pula pemain muda yang bagus. Salah satunya seeprti yang akan kita lakukan nanti di tanggal 17-19 Juni. Akan ada Kejuaraan Nasional (Kejurnas) Forum Sekolah Sepak Bola Indonesia (FOSSBI) U-12 di stadioun UMM,” tambahnya.

Haris berpesan agar pemain muda terus menagsah diri dan mencari jalan menuju sepak bola profesional. Menurutnya, mnejadi pahlawan tidak hanya saat mengusir penjajah, tapi juga mengahrumkan nama bangsa di kancah internasional. “Saya menaruh harapan besar terhadap sepak bola Indonesia. Apalagi melihat anak-anak muda kita yang potensial dan melimpah,” pungkasnya. (Ros/Wil)

 

Penulis: Rosihan Anwar Al Afghoni | Editor: Hassanalwildan Ahmad Zain

Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image