Dr. Gonda Yumitro, MA., Ph.D (kiri), Prof. Dr. Asep Nurjaman, M.Si (kanan), dan Prof. Dr. Tri Sulistyaningsih, M.Si (tengah) (Foto : Istimewa) |
Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) terus meningkatkan kualitas pendidikannya, termasuk upaya menambah guru besar. Kali ini tiga guru besar baru kembali dikukuhkan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UMM, 23 Desember ini. Mereka adalah Prof. Dr. Gonda Yumitro, MA., Ph.D., Prof. Dr. Asep Nurjaman, M.Si., dan Prof. Dr. Tri Sulistyaningsih, M.Si. Ketiganya memiliki fokus penelitian yang berbeda-beda serta memberikan pandangan baru dalam aspek ilmu sosial dan ilmu politik.
Misalnya saja Prof. Dr. Gonda Yumitro, MA., Ph.D. yang fokus membahas isu terorisme dengan judul ‘Model Comprehensive Collaboration dalam Program Deradikalisasi Mantan Teroris Indonesia”. Ia menerangkan bahwa terorisme itu berkaitan dengan mentalitas dan pemahaman seseorang yang ekstrim. Mereka tidak bisa menerima moderasi dan perbedaan pemahaman dengan orang atau pendapat lain sehingga mendorong untuk terjadinya kekerasan politik. Dalam lingkup sosial, terorisme adalah ancaman yang nyata bagi masyarakat.
“Mereka semakin berani menunjukkan identitasnya seiring dengan reformasi Indonesia yang memberikan lebih banyak kebebasan dalam kehidupan masyarakat. Isu terorisme transnasional juga tidak dapat dipisahkan dari posisi strategis Indonesia di politik internasional, termasuk ideologi jaringan yang telah dikembangkan,” jelasnya.
Baca juga : Bawakan Bergama Tari, Mahasiswa UMM Juara dan Kenalkan Budaya Indonesia ke Mancanegara
Dalam penelitiannya itu, Gonda memberikan cara-cara yang dapat dilakukan untuk menggaungkan program deradikalisasi pada mantan teroris. Yakni dengan menggunakan pendekatan 3 H (heart, hand, head). “Dengan memahami akar persoalan, dan dinamika yang berkembang, maka program deradikalisasi yang dilakukan akan bisa lebih efektif berjalan. Berbagai tantangan yang ada dapat dijadikan acuan bagi pemerintah untuk memperbaiki program deradikalisasi terhadap mantan teroris Indonesia,” simpulnya.
Sementara itu, kajian menarik disampaikan Prof. Dr. Asep Nurjaman, M.Si. Ia melakukan penelitian terkait rekam jejak partai islam pada dinamika sistem kepartaian di Indonesia setelah era Soeharto. Apalagi partai Islam juga memainkan peran penting dalam membentuk dan mempengaruhi arah politik nasional. Kontribusi mereka melibatkan peran dalam pembentukan undang-undang, partisipasi dalam pemilihan umum, dan advokasi untuk kebijakan yang mencerminkan nilai-nilai Islam. Dengan demikian, dinamika sistem kepartaian di Indonesia pasca Soeharto tidak dapat dipisahkan dari peran sentral partai Islam.
Penelitiannya menggambarkan hubungan kompleks antara merosotnya kinerja parta Islam dengan dinamika sistem kepartaian pasca lengsernya Soeharto. Bahkan menemukan bukti bahwa kemunduran partai Islam berakibat pada terjadinya perubahan pada sistem kepartaian.
“Sifat transformatif dari sistem pemilu multipartai di Indonesia pasca Soeharto telah membuat struktur partai menjadi lebih dinamis dan cair. Hal ini berdampak pada partai-partai keagamaan, yang pernah mempunyai pengaruh besar dalam politik Indonesia. Namun belakangan ini mereka sudah tidak lagi bersaing dalam pemilu,” ungkapnya.
Baca juga : Undang CEO Mitra Aviasi Perkasa, Cara UMM Inspirasi Wisudawannya
Penelitian menarik dan bermanfaat juga dilakukan oleh Prof. Dr. Tri Sulistyaningsih, M.Si. Ia membahas terkait new urban governance tata ruang kota untuk mewujudkan kota yang berkelanjutan. Dalam penelitiannya tersebut, ia menerangkan bahwa konsep ini tidak hanya membutuhkan kontrak untuk privatisasi fungsi pemerintahan, namun juga proses baru untuk menerapkannya. Termasuk musyawarah dan dialog untuk membuat kebijakan dan penyelesaian perselisihan.
Dia juga menegaskan, tata kelola cerdas bergantung pada tata kelola yang baik seperti prinsip terbuka (transparan), akuntabel dan kolaboratif (melibatkan semua pemangku kepentingan). Begitupun dengan prinsip partisipatif (partisipasi warga) dan pemerintahan elektronik (e-government).
Tri sapaan akrabnya juga mengungkapkan bahwa Smart city tidak hanya cerdas dalam hal tingkat layanan yang lebih tinggi, tetapi juga memiliki sistem yang efisien dan efektif. “Sekaligus dapat membawa pembangunan daerah yang seimbang. Institusi dengan tata kelola yang lebih baik adalah institusi yang prosedurnya transparan,” tegasnya. (*faq/wil)