Gaet Dua Lembaga Internasional, FKIP UMM Latih Dai Seluruh Indonesia terkait Literasi Keagamaan

Author : Humas | Kamis, 21 Maret 2024 04:45 WIB
Pengenalan literasi keagamaan lintas budaya (Foto : Istimewa)

Untuk membekali para dai, daiyah dan penyuluh agama dari seluruh Indonesia tentang literasi keagaman, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) langsungkan program internasional bersertifikat. Menggaet Leimana Institute dan Templeton Religion Trust, FKIP UMM mengenalkan literasi keagamaan lintas budaya. Terhitung, ada 738 peserta yang turut serta dalam agenda yang dilaksanakan pada 4-8 Maret itu. 

Direktur Eksekutif Leimena Institute Matius Ho menyebutkan bahwa literasi keagamaan lintas budaya merupakan wujud inisiatif dan best practice pendekatan pendidikan dari Indonesia. Utamanya untuk mengatasi masalah intoleransi dan membangun relasi lebih baik antar penganut agama yang berbeda. 

“Dalam waktu kurang dari 2,5 tahun, Leimena Institute telah menggandeng 25 lembaga mitra untuk melatih lebih dari 7.000 pendidik di 34 provinsi di Indonesia tentang literasi keagamaan dan lintas budaya ini,” katanya.

Baca Juga : Cerita Seru Mahasiswa UMM Jadi Imam Masjid

Adapun program ini bertujuan untuk menguatkan eksistensi dan kolaborasi damai antar agama di Indonesia dengan mengenalkan literasi keagamaan lintas budaya bagi guru dan penyuluh agama. Ada tiga kompetensi yang dikembangkan dalam kegiatan ini, yakni kompetensi pribadi, kompetensi komparatif, dan kompetensi kolaboratif. Kompetensi pribadi merujuk pada kemampuan memahami diri sendiri dan nilai-nilai yang memandu keterlibatan Anda dengan orang lain. 

Kompetensi komparatif merujuk pada kemampuan memahami orang lain sebagaimana dia memahami dirinya sendiri dan nilai-nilai yang memandu keterlibatan mereka dengan dirinya. Sementara kompetensi kolaboratif merujuk pada kemampuan dalam memahami konteksi potensi kolaborasi di antara aktor-aktor yang berbeda keyakinan.

Dalam konteks Indonesia, menurut Dr. Nurbani Yusuf, kekerasan dan konflik yang disebabkan oleh perbedaan masih kerab terjadi. Bahkan, data menunjukkan, sebanyak 422 tindakan pelanggaran kebebasan beragama terjadi di Indonesia selama 2020. Menyikapi hal tersebut, peserta diajak untuk kembali pada ajaran Islam. “Kita harus menyadari bahwa Islam itu sumber damai dan nirkekerasan. Itu bisa kita lihat misalnya pada Q.Q. Al-Maidah ayat 32, Q.S. Al-Baqarah Ayat 256 dan Ayat 62, serta keteladanan yang telah ditunjukkan oleh Nabi Muhammad SAW,” kata dosen senior Prodi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan tersebut.

Baca Juga : Datangkan Ahli Filsafat Kondang, Tabligh Akbar UMM Beri Tips Raih Level Tertinggi Manusia

Ia pun menjelaskan bahwa penanganan konflik agama dapat diatasi melalui pendekatan bina-damai (peacebuilding), jaga-damai (peacekeeping), dan cipta-damai (peacemaking). Bina damai yaitu membangun rasa percaya untuk mengurangi mispersepsi dan stereotipe berkaitan dengan hal mendasar untuk memutus rantai penyebab konflik dan kekerasan. “Sementara itu, jaga-damai berkaitan dengan penggunaan instrument negara seperti militer dan cipta-damai berkaitan dengan aksi nyata dan komitmen menolak kekerasan langsung atau structural dalam format apa pun,” kata founder komunitas Padang Makhsyar ini.

Lebih lanjut, Prof. Dr. Abdulkadir Rahardjanto, M.Si dalam paparannya mengatakan toleransi sosial keagamaan menjadi kunci dalam mengatasi konflik ini. Konsep harmoni sosial-keagamaan mencakup kerjasama lintas agama, hidup berdampingan secara damai, dan kebebasan beragama. Implementasinya terwujud dalam pembelajaran multikultural yang mengajarkan keberagaman, memberikan pemahaman yang lebih baik terhadap budaya dana agama, serta meningkatkan kepekaan terhadap perbedaan. 

“Yang tidak kalah penting, kurikulum harus mengintegrasikan keragaman budaya, agama, dan kehidupan sosial dalam pembelajaran. Kegiatan ekstrakurikuler juga mengakaomodasi dialog antar agama dan pertukaran budaya,” pungkas Kadir. (wil)

Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image