Gelar Rapat Kerja, LP3M Siap Gairahkan Pesantren Muhammadiyah

Author : Humas | Sabtu, 12 Desember 2015 02:09 WIB
Pengurus Lembangan Pengembangan Pondok Pesantren Muhammadiyah (LP3M) berfoto bersama ketua umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir selepas pembukaan Rapat Kerja di UMM, Jumat (11/12).

SELAMA tiga hari, Jumat-Ahad (11-13/12) di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Lembaga Pengembangan Pondok Pesantren Muhammadiyah (LP3M) menggelar rapat kerja. Lembaga baru bentukan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah ini diharapkan menjadi garda depan pembentuk kader ulama Muhammadiyah.

      Selama ini, sekitar 180 pesantren yang dimiliki Muhammadiyah dikelola oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) PP Muhammadiyah. Pengelolaannya cenderung tidak dibedakan dengan lebih dari 10.000 sekolah lainnya milik Muhammadiyah, mulai dari TK/TPQ, SD/MI, SMP/MTs, hingga SMU/SMK/MA. Dengan adanya LP3M, penanganannya menjadi lebih spesifik karena pondok pesantren milik Muhammadiyah sepenuhnya dikelola lembaga ini.

      Sebelumnya, menurut pengurus Bagian Pengkajian dan Pengembangan LP3M, Dr Mohammad Nurhakim MA, sebenarnya sudah ada wadah yang menaungi pesantren Muhammadiyah, yaitu Perhimpunan Pondok Pesantren Muhammadiyah (Ittihadul Ma'ahid al-Muhammadiyah/ITMAM). Namun, ITMAM hanya bersifat kultural sehingga tidak dapat mengeluarkan kebijakan yang mengikat dan menggerakkan.  

      “Dengan adanya LP3M yang bersifat struktural karena langsung di bawah koordinasi PP Muhammadiyah, diharapkan pengelolaan pesantren menjadi lebih terarah dan pengembangannya bisa lebih dipercepat,” kata Nurhakim yang juga merupakan ketua panitia rapat kerja LP3M ini.

      Hal tersebut, lanjutnya, juga tak lepas dari rekomendasi Muktamar Muhammadiyah di Makassar Agustus lalu yang menuntut agar Muhammadiyah lebih serius dalam mengelola pesantren. “Melalui rapat kerja ini, diharapkan ada peningkatan kualitas pesantren Muhammadiyah di satu sisi, dan penambahan kuantitas pesantren melalui pembentukan pilot project di daerah-daerah strategis di sisi lain,” terang Nurhakim.

      Lebih dari itu, perhatian Muhammadiyah terhadap pesantren dinilai Nurhakim sebagai gejala yang amat positif. Baginya, saat ini terjadi perkembangan silang antara Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU), di mana Muhammadiyah kian tertarik menggarap pesantren, sementara NU justru gencar mendirikan dan mengembangkan sekolah serta perguruan tinggi.

      “Secara makro, bagi saya ini merupakan fenomena yang sangat positif, karena hal ini menjadi bagian dari pembuktian kekuatan umat sekaligus kekuatan nasional,” papar asisten rektor UMM bidang Al-Islam dan Kemuhammadiyah (AIK) ini.

      Terlebih, kata Nurhakim, pendidikan model pesantren memang memiliki ciri khas yang tidak dimiliki sekolah umumnya. Pendidikan pesantren dinilai lebih intensif mengingat di luar jam pelajaran, siswa atau santri dapat mengembangkan skill maupun aktivitas lainnya yang terintegrasi dengan tujuan pembelajaran.

      Nurhakim memisalkan adanya praktik berbahasa Arab dan Inggris yang dilakukan di lingkungan pondok. Demikian pula adanya aktivitas yang mendukung melalui organisasi otonom seperti Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Hizbul Wathan (HW) maupun Tapak Suci (TS) yang tidak saja berguna meningkatkan keterampilan, karakter, maupun kepemimpinan, namun juga sekaligus pengembangan ideologi Muhammadiyah.

      “Itulah kelebihan pesantren. Intensitas waktu yang lebih luas membuatnya menjadi miniatur kehidupan, berbeda dengan sekolah umum yang setelah belajar di kelas langsung pulang ke rumah,” paparnya.

      Di samping itu, Nurhakim juga melihat salah satu inovasi menarik dalam tradisi pengembangan pesantren Muhammadiyah, yaitu munculnya Pesantren Sains (Trensains) dalam tiga tahun terakhir. Trensains dipandang sebagai revolusi pesantren berkemajuan yang berupanya ‘mengetrenkan’ pesantren ke masyarakat, demikian pula berarti sains menjadi tren masyarakat.

      Saat ini, Trensains telah berkembang di setidaknya dua kota, yaitu Jombang dan Sragen, dan tengah ditumbuhkan di beberapa kota lainnya. Trensains merupakan lembaga pendidikan setingkat SMA yang fokus mengkaji dan meneliti ayat-ayat semesta yang di dalam al-Quran jumlahnya lima kali lipat lebih banyak dibanding ayat-ayat fikih.  

      Bagi Nurhakim, semangat ini tidak hanya selaras, namun lebih dari itu, telah ditunjukkan sejak awal oleh pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan dengan memadukan antara pendidikan sekular dengan pendidikan agama. “Jadi, ikhtiar yang kita lakukan ini memang sudah sejalan dengan ruh akar pendidikan Muhammadiyah,” tandasnya. (han)

Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image