Hadirkan Pemateri Andal, UMM Bahas Sebab Multikulturalisme di Asia dan Tantangannya

Author : Humas | Rabu, 26 Oktober 2022 02:47 WIB
Boy Pradana menjadi salah satu pemateri dalam rangkaian Lecture Series. (Foto: Haqi Humas)

Bangsa Asia adalah bangsa yang sangat kaya dengan keberagaman. Baik suku, budaya, agama, ras, hingga bahasa sehingga dibutuhkan kesadaran serta orientasi sosial untuk mendeskripsikan fenomena multikulturalisme. Hal tersebut diutarakan oleh Prof. Dr. Albertus Fenanlampir, S.Pd., M.Pd., AIFO selaku guru Besar Universitas Pattimura di seminar Multiculturalism for the Human Development in Asian Community. Adapun kegiatan ini dilaksanakan oleh Center For Asian Studies Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) pada Rabu (19/10) di Aula GKB 4 lantai 9. 

Fenanlampir sapaan akrabnya membahas terkait awarness and people oriented in Asian multiculturism. Menurutnya, benua asia adalah benua terbesar di dunia yang meliputi 30% luas daratan bumi, 44,58 juta km persegi atau sekitar 4,38 kali lebih besar dari Benua Eropa dan menyumbang 30% total daratan bumi. 

“Selain itu, Asia merupakan tempat berkembangnya agama besar di dunia. Asia menjadi tempat kelahiran agama besar dan ratusan agama kecil. Semisal, Hindu dan Budha berasal dari India, Kesten Protestan dan Kristen Katolik berasal dari Yerusalem, kong Hu Chu berasal dari Tiongkok dan Islam yang berasal dari Arab Saudi,” terangnya

Melalui keberagaman tersebut, tentu akan melahirkan interaksi sosial dari berbagai latar belakang yang berbeda ke masyarakat. Interaksi dan komunikasi antar orang, organisasi, lembaga yang berbeda latar belakang budaya terjadi setiap waktu. Ia mengingatkan bahwa perbedaan dan keanekaragam adalah sesuatu yang alamiah dan setiap orang serta bangsa memiliki keunikan tersendiri. 

“Memiliki kesadaran sosial dan memahami ragam budaya adalah penting. Kesadaran seseorang untuk bisa membaca, menyadari serta memahami orang disekitarnya dan lingkungannya. Pemahaman tersebut menjadi dasar untuk bertindak secara tepat dalam situasi yang ada,” tuturnya. 

Selanjutnya ia menjelaskan terkait multikultarisme. Masyarakat Multikultur adalah masyarakat yang terbagi dalam bagian sistem yang berdiri sendiri dan masing-masing bagian sistem terkait oleh ikatan premordial. Baginya, masyarakat Asia sangat multikultural dan tantangan yang dihadapi oleh bangsa asia adalah rawan bencana sosial. 

“Di satu sisi, Keberagaman budaya di Asia memang rawan konflik yang membutuhkan solusi kongkret dalam menyelesaikan masalah tersebut. Sehingga munculah konsep multikulturisme. Multikulturalisme dijadikan acuan terbentuknya masyarakat multikultural yang damai karena terkandung pengakuan akan martabat hidup dengan kebudayaannya masing-masing,” terangnya.

Sementara itu, Pradana Boy ZTF, S.Ag., MA., Ph.D. menjelaskan bahwa multikulturalisme dapat terbentuk dari berbagai aspek antara lain perdagangan, perang dan kolonialisme. Terkhusus perdagangan, faktor ini mempertemukan berbagai etnis dalam suatu praktek jual beli barang ataupun jasa. Hal tersebut dibuktikan dengan kedatangan bangsa Arab dan China ke Nusantara pada abad ke 5 Masehi.

Wakil Dekan I Fakultas Agama Islam (FAI) UMM ini mengatakan bahwa dalam aspek kolonialisme, Belanda di Indonesia membentuk multikulturalisme secara tidak langsung. Dapat dilihat dari praktek pengasingan dan mendatangkan pekerja asing dari negara Asia Timur kemudian membentuk sebuah komunitas atau masyarakat dari latar belakang etnis yang bermacam-macam. 

Apalagi ditambah dengan misi menyebarkan agama yang semakin memperlebar makna multikulturalisme yang buakn hanya berdasar etnis semata. “Misi kolonilisme dalam menyebarkan ajaran kristiani membentuk aspek baru dalam keberagaman umat beragama. Jadi multikulturalisme tidak hanya dilihat dari etnis mapun ras saja,” ucap pria asli Lamongan ini. (haq/ros/wil)

Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image